Rabu, 31 Juli 2013

Give Me a Baby- 3 (last part)



Semburat warna jingga di langit seperti tenunan benang emas di kain langit tak berdasar. Riak- riak kecil ombak laut menghempas pinggiran pantai membentuk lukisan maestro sang pelukis alam. Suara kicauan burung- burung laut bergema bersama kepakan sayap- sayapnya melayang kemudian menukik menyapa ikan- ikan di dunia birunya. Nelayan pun mulai meninggalkan dermaga, menyisakan siluet hitam di kaca alam .

Pemandangan inilah yang hampir lebih dari empat bulan terakhir menyambutku saat melangkah pulang dari kewajibanku. Aku sekarang sedang mengabdi di sebuah perkampungan nelayan yang letaknya sangat jauh dari Seoul. Penduduk yang ramah dan udara yang masih bersih membuatku merasa betah tinggal di sini. Sebuah klinik kecil di pinggiran desa menjadi tempatku membantu ibu- ibu dan anak- anak perkampungan ini.

Sepasang kakek nenek bersedia menampungku di rumah mereka selama aku di sini. Kakek dan nenek Jung, begitu aku memanggil mereka. Meskipun tak muda lagi aku sangat mengagumi sosok mereka yang masih mau bekerja keras demi kehidupannya. Seperti sore ini , kakek Jung pasti sudah bersiap- siap untuk melaut, sedangkan nenek sibuk menyiapkan segala perlengkapan yang akan dibawa suaminya.

Pasangan sejati?? Mungkin kepada merekalah gelar itu dapat ku sandangkan. Tak perlu kata- kata romantis yang hanya merekah di bibir, tak perlu barang- barang mahal yang akhirnya menjadi usang oleh waktu. Hanya perhatian yang tulus, saling memahami satu sama lain, dan berusaha saling melengkapi kekurangan masing- masing adalah pondasi dasar dari sebuah hubungan yang tak akan lekang oleh waktu.

Pandanganku teralih saat kudengar suara kapal yang perlahan merapat di dermaga. Setiap kali kapal berlabuh langkahku dengan sendirinya terhenti. Memperhatikan satu- persatu penumpang yang mulai turun, berharap menemukan seseorang yang sangat kurindukan melambai dan tersenyum ke arahku.

Hayalan yang mustahil terwujud, membuatku tersenyum getir.........

Ada apa denganku, bukankah aku sudah merelakannya dan memutuskan untuk melupakannya?? Tetapi kenapa sebagian dari hatiku berontak dan masih tetap mengharapkannya.

Kubelai janinku yang tinggal menghitung hari akan segera lahir ke dunia.

“ Apakah ini karena mu sayang?? Karena kau merindukan appamu jadi omma juga merasakannya??” Bisikku sendiri, kurasakan bayiku bereaksi. Dia menendangku dengan kuat membuatku melenguh kecil.

“ omma tau kau marah pada omma........ tapi ini demi kebaikan kita sayang, juga appamu.........” Kupaksa kakiku untuk kembali melangkah, menahan genangan air yang sudah membasahi pelupuk mataku, bersiap merembes keluar bila aku terus bertahan di sini.



***



Malam yang dingin seperti biasa, bau khas laut yang ikut diterbangkan angin bercampur dengan aroma masakan yang sedang aku dan nenek Jung siapkan. Salah satu kebiasaan penduduk di perkampungan ini adalah mereka lebih suka menikmati makan malam di luar. Karena menurut mereka ini adalah bentuk syukur pada alam yang telah memberi mereka berkah dan hasil laut yang melimpah.

“ Sora....... sebaiknya kau duduk saja sayang....... biarkan nenek yang melakukannya..........”

“ Tidak nenek, aku ingin membantu........ ini tidak berat kok......” Jawabku yang saat itu sibuk memindahkan beberapa piring dan masakan yang sudah matang kemudian menatanya di atas meja.

“ Sora bolehkah nenek bertanya sesuatu, tapi jika kau tidak keberatan menjawabnya.......”

“ Boleh nek, tentu saja aku tidak keberatan. Memangnya nenek ingin bertanya apa??”

Nenek Jung mematikan kompor dan berjalan mendekatiku. Dia mengambil duduk di sebelahku.......

“ Dimana suamimu Sora???” Pertanyaan nenek Jung berhasil membuatku mematung.

“ maaf sayang nenek tidak bermaksud mencampuri urusan pribadimu. Tetapi kini kau sedang hamil dan hampir tiba waktunya melahirkan, kau pasti akan sangat membutuhkan dukungannya Sora ya. Nenek sangat berterima kasih ada seorang dokter berhati mulia sepertimu yang mau mengabdi di desa ini, tetapi nenek juga tidak tega melihatmu seorang diri di tempat asing dalam keadaan hamil tua. Apa tidak lebih baik kau pulang dan berada di dekat suamimu Sora ya???” Tangan nenek yang hangat menggenggam jemariku. Aku bisa merasakan kekhawatiran nenek, tetapi aku tidak mungkin menceritakan keadaanku yang sebenarnya.

“ Siapa bilang aku sendirian nek?? Ada nenek dan kakek di sini dan ini bukan tempat asing bagiku. Sekarang tempat ini sudah menjadi rumahku.............” Kupaksakan bibirku untuk tersenyum, walaupun sesungguhnya hatiku saat ini sedang menangis.

“ Sora...............” Nenek menatapku iba. Membuatku semakin merasa lemah saja. Jangan seperti ini nek, aku baik- baik saja dan aku akan berjuang untuk diriku sendiri dan bayiku.

Nenek Jung memberikan pelukannya, sembari mengelus rambutku dengan penuh kasih.



“ Yoebo ya............. aku datang my princess........ Apa kau merindukanku Sora ya?? sama seperti aku yang sangat merindukanmu???”

Suara itu....... suara yang paling ingin kudengar.

Aku dan nenek Jung melepaskan pelukan kami, saat melihat seorang namja sudah berdiri sambil merentangkan tangannya lebar- lebar dan tersenyum ke arahku.

“ Leeteuk ssi.............” Pekikku antara kaget dan tak percaya.Kukerjab- kerjabkan mataku, benarkah dia Leeteuk?? apakah aku sedang bermimpi.

Namja itu merajuk, dia menggembungkan pipinya “ Yah....... baru beberapa bulan kau sudah lupa memanggil suamimu dengan sebutan apa. Oppa.......Sora ya........... panggil aku Leeteuk oppa...........”

Aku langsung berdiri namun tetap terpaku di tempat. Dia memang benar- benar Leeteuk, tidak ada namja lain yang bisa memasang ekspresi seperti itu.

Aku bingung harus bereaksi seperti apa, masih dalam kebingunganku tiba- tiba Leeteuk menghambur kearahku dan langsung memelukku.

“ Aku merindukanmu Sora ya.......... jangan pernah lagi meninggalkanku diam- diam Sora........ jangan pernah.........” Leeteuk berbisik di telingaku, bersama dengan hembusan hangat nafasnya yang berhasil meluluh lantakkan hatiku. Aku hanya bisa mengangguk membalas ucapannya.

Saat dia mencoba menciumku aku tak berusaha menolaknya, karena aku terlalu lemah. Terlalu lemah oleh luapan rasa rinduku padanya.

“ ekkkhhhmmmm........ eekkheemmmm............ jadi kau suami Sora ssi???”

Langsung kuputuskan ciuman kami saat kusadari nenek Jung ternyata masih ada di dekat kami. Sangat tidak sopan, berciuman di depan nenek Jung. Kupalingkan wajahku menahan malu, biasanya aku tidak pernah bersikap seperti ini. Hanya Leeteuk yang berhasil mengeluarkan sisi lain dalam diriku.

“ Ahhh....haaa.....haaa...... nenek!!! Perkenalkan nek, namaku Leeteuk. Aku suami dari wanita cantik ini............” Leeteuk melirik padaku. Kucubit pinggangnya cepat. Apa maksudnya mengenalkan diri sebagai suamiku pada nenek Jung, bahkan aku dan dia tidak ada ikatan apa- apa.

“ Tidak nek........ Dia bu.....” Aku belum bisa menyelesaikan ucapanku karena Leeteuk sudah menarikku dan melingkarkan lengannya di pinggangku. Merapatkan tubuhku dengannya, memelukku.

“ iya nek .........Sora memang istriku, tapi biasalah..... ada sedikit masalah rumah tangga. Dia bersikap seperti ini agar aku terus memanjakannya. Padahal tanpa bersikap seperti itu pun aku akan tetap memanjakannya, karena aku mencintai istriku ini nek..........” Leeteuk menatapku, tatapannya entah kenapa membuatku bungkam.

“ oh....... jadi seperti itu, syukurlah Leeteuk ssi akhirnya kau datang. Kini Sora tidak akan murung lagi karena memikirkanmu..........”

“Nenek Jung siapa yang murung??? Aku tidak pernah murung............ aku bahagia di sini..........” Protesku cepat- cepat menolak ucapan nenek. Bisa besar kepala Leeteuk dibuatnya.

“ Sudahlah yoebo....... kau tidak usah malu mengakuinya. Sekarang oppa ada di sini, dan tidak akan aku biarkan kau murung lagi Sora ya............” Benarkan, Leeteuk semakin ngelantur dengan ucapannya.

Kulihat nenek Jung hanya tertawa melihat kami berdua. Dia pamit masuk ke dalam meninggalkan aku dan Leeteuk berdua saja.

Setelah nenek pergi, kulimpahkan semua kekesalanku padanya.

Kupukuli Leeteuk berulang- ulang, tak kudengarkan teriakannya meminta ampun karena aku benar- benar kesal.

“ Siapa yang menyuruhmu berbohong seperti tadi ooohh??? Siapa juga yang mau menjadi istrimu Leeteuk ssi.....!!!”

“ Kau Kang Sora ssi...... hanya kau yang bisa menjadi istriku....... dan jika bukan dirimu, seumur hidup aku tidak akan pernah menikah..............!!!” Ucapan Leeteuk berhasil menikam hatiku, apa itu sebuah ancaman??

Dia menahan tanganku agar tidak memukulinya lagi, menarikku ke dalam dekapannya.

“ Aku hampir mati karena merindukan kalian berdua...... tak akan pernah kubiarkan kau lari lagi dariku Sora ya........ tidak akan pernah.........!!!!” Leeteuk menenggelamkan wajahnya di pundakku, tangan kirinya membelai rambutku sedangkan tangan kanannya membelai perutku, menyapa bayi kami.

Aku juga sangat merindukanmu Leeteuk ssi. Ingin kuteriakkan kalimat itu keras- keras, tetapi rasanya sangat sulit dan hanya tercekat di tenggorokan. Aku tak mampu mengatakannya karena aku terlalu pengecut jadi hanya isakan yang keluar dari mulutku.



***

Siang ini matahari bersinar terik, namun tak mengurangi semangatku untuk merawat beberapa pasien yang sudah lama mengantri. Termasuk seorang gadis kecil berusia enam tahun, Choi Han Sung. Sudah beberapa hari ini Han Sung terserang demam, membuatnya tak bisa bermain dengan teman- temannya. Dia hanya berdiam diri memandangi rumput- rumput di halaman. Aku menghampirinya.....

“ Han Sung ah........ apa yang kau lihat???”

“ Bu dokter.......... aku heran melihat semut- semut itu, kenapa mereka tidak capek ya membawa beban seberat itu.......... ???” Dia menunjuk beberapa ekor semut yang sedang menggotong remahan roti masuk ke dalam liangnya.

“ karena mereka pekerja keras dan penuh semangat Han Sung ah....... jadi.........”

“ Tidak hanya itu, mereka hidup berkoloni. Memiliki rekan yang bisa saling membantu satu sama lain. Jika seekor semut lelah membawa barang bawaannya akan ada semut lain yang menggantikannya. Mereka bahu membahu menjalani hidup, karena itu tidak ada makhluk hidup yang bisa bertahan seorang diri.” Ternyata Leeteuk sudah berdiri di belakang kami.

Dia mendekatiku kemudian berbisik......” Jangan simpan bebanmu sendiri Sora ya.......... ada aku di sini yang akan selalu menjadi rekanmu. Mendengarkan keluh kesahmu, menjadi tempat bersandar bila kau lelah dan menjagamu...... selamanya..........” Leeteuk tersenyum padaku. setiap kali dia mengeluarkan kata- kata seperti ini membuatku selalu takjub. Benarkah ada kehidupan seindah itu, dimana ada seseorang yang berjanji akan terus menjagaku, menemaniku sepanjang hidupnya. Seperti cerita dongeng yang selalu kubaca waktu kecil, selalu berakhir bahagia. Dulu aku berangan bisa hidup bahagia seperti itu tetapi ketika beranjak dewasa aku mulai menyadari kehidupan nyata tidak seindah cerita negeri dongeng.

“ ohh..... paman tampan, apa paman pangeran ibu dokter??? Wah..... paman tampan sekali ,seperti pangeran dalam buku ceritaku. Aku selalu bermimpi jika dewasa nanti bisa bertemu pangeran tampan seperti paman.......... ibu dokter beruntung sekali...............!!!” Han Sung melompat- lompat kegirangan, dia menarik tanganku dan Leeteuk mengajak kami berputar- putar bersamanya.

“ sayang sekali gadis manis........ sepertinya ibu dokter tidak berpikiran sepertimu....... Dia sudah menolak paman.............” Leeteuk memasang tampang sedihnya sembari mengusap rambut Han Sung.

Han Sung membelalakkan matanya yang sipit menatapku.“ Kenapa?? Kenapa bu dokter menolak paman ini???”

Kemudian Han Sung beralih menatap Leeteuk, “ Kalau begitu paman menikah denganku saja, tunggu Han Sung sepuluh tahun lagi, ahh........ tidak terlalu lama............ tujuh tahun lagi paman...... kita bisa menikah tujuh tahun lagi..........!!!” Leeteuk tertawa mendengar ucapan polos Han Sung, aku juga ikut tersenyum mendengarnya.

“ Sepertinya bukan ide yang buruk...... Han Sung juga lebih cantik dari ibu dokter, baiklah kita sepakat.... Jika ibu dokter masih menolak paman, paman akan menikah dengan Han Sung saja...........” Leeteuk dan Han Sung saling menautkan kelingking, jempol, kemudian mengkopi janji di telapak tangan masing- masing.

“ Ibu dokter jangan menyesal ya nanti.............!!!!” Han Sung melirikku dengan ekspresi lucunya.

Menyesal???

Apakah aku akan menyesal??

Entahlah, kurasa aku mulai menyesalinya............

Ketika kubujuk Han Sung untuk kembali ke klinik dia menolak, sedangkan dengan Leeteuk dia langsung menurut. Bahkan Han Sung tidak rewel saat disuruh minum obat, padahal sebelumnya perawat harus bermain kucing- kucingan dulu sampai Han Sung mau meminum obatnya.



Aku duduk di sebuah kursi panjang di bawah pohon. Melepaskan rasa lelahku setelah seharian menangani pasien.

“ Minum ini Sora ya....... !!” Leeteuk menyodorkan segelas minuman yang masih tertutup padaku.

“ Apa ini???”

“ Tadi pagi kau tidak menghabiskannya karena terburu- buru. Jadi aku membuatkanmu lagi dan sekarang kau harus menghabiskannya........ ingat dihabiskan, aku akan menungguimu meminumnya...............!!!” Oh ternyata gelas itu berisi susu ibu hamil.

“ Tunggu apa lagi??? Ayo cepat minum...........!!!” Protes Leeteuk, saat melihatku hanya memandangi gelas itu.

“ Baiklah......... dasar bawel............!!!” Kuminum hingga habis susu di dalam gelas, Leeteuk tertawa sambil mengacak- acak rambutku.

“ Gadis pintar...............!!!”

“ Yaaahhh.......................!!!!” Kutepis tangannya, berpura- pura marah padanya. Namun kemudian aku tertawa melihat raut wajahnya, Leeteuk pun ikut tertawa.



Beberapa saat kemudian,

“ Sora ya........ sampai kapan kau akan terus di sini?? Apa kau tidak ingin kembali ke Seoul??” Leeteuk yang sedari tadi menatap lurus ke depan kini beralih menatapku.

“ Entahlah.......... aku belum terpikir untuk kembali. Atau mungkin aku akan tinggal di sini selamanya......!!!” Saat mengucapkan itu dapat kulihat dengan jelas sorot kesedihan di mata Leeteuk.

“ Kenapa??”

Entahlah, aku mengangkat bahu. Aku tahu apa yang sedang dipikirkan Leeteuk. Dia tidak mungkin selamanya bersamaku. Ada pekerjaan dan tanggung jawab di Seoul yang tidak mungkin dia tinggalkan.

“ Kalau itu keputusanmu....... baiklah, aku akan tetap di sini Sora ya........ aku tidak akan kembali lagi ke Seoul. Aku rela melepaskan semuanya..........!!!”

“ Jangan...............!!!” Potongku cepat.

“ Jangan lakukan itu Leeteuk ssi. Kumohon kau harus kembali, jangan buat kecewa semua fansmu. Meskipun aku tidak bisa memenuhi harapanmu, setidaknya kini aku sudah menjadi fans mu. Aku akan marah sama seperti fans mu yang lain jika kau memilih mundur............!!”

“ Begitu ya......... !!!” Leeteuk mendesah pelan, dia menundukkan kepalanya memandang ke bawah. Aku kembali mematahkan hatinya. Sampai kapan aku akan sekejam ini??

“ Sora......... kakimu bengkak sekali??” Ucapan Leeteuk sedikit mengagetkanku.

“ oohh........... ini....... tidak apa- apa, ini biasa terjadi..............”

Leeteuk menyuruhku duduk bersandar di pohon dan meletakkan kakiku di pangkuannya. Awalnya aku menolak, tetapi dia terus memaksa. Perlahan Leeteuk mulai memijat pelan kedua kakiku bergantian. Dia sangat-sangat baik, baru kali ini kutemui namja sebaik Leeteuk. Dia tidak malu ataupun canggung melakukan hal seperti ini. Asalkan itu membuatku nyaman dan terlindungi, Leeteuk dengan ikhlas akan melakukannya. Harus bagaimana lagi aku bersikap padanya. Aku akan menjadi wanita paling jahat bila terus mengacuhkan namja berhati mulia ini.



***



Di suatu malam Leeteuk tiba- tiba mengajakku keluar. Dengan mengendarai mobilnya kami pergi ke suatu tempat yang tidak bisa kutebak dimana karena Leeteuk menutup kedua mataku. Sesampainya di tempat misterius itu Leeteuk menuntunku dan menyuruhku melangkah berhati- hati menaiki beberapa anak tangga.

Kurasakan udara di tempat ini lebih dingin daripada tempatku berada sebelumnya. Karena angin berhembus sangat kencang. Tiba- tiba Leeteuk melepaskan genggaman tanganku. Dia meninggalkanku, sendirian di tempat ini. Yang benar saja, apa dia mau mengerjaiku??

Kulepaskan penutup mataku,

“ Woooowww...........!!!” Aku memekik takjub.

Sepanjang mata memandang hanya hamparan air laut yang terlihat. Meskipun warnanya hitam pekat oleh malam ,masih tetap terlihat indah karena pantulan sinar bulan yang membentuk bayangannya sendiri. Di atasnya bentangan langit tak berujung dengan taburan bintang membuat potret yang sempurna di mataku.

Masih tenggelam dengan keindahan alam di depanku, kudengar di bawah ada suara ribut- ribut.

Ternyata Leeteuk datang dengan menunggangi kuda putih. Memakai baju layaknya pangeran, dia menghunuskan pedang ke udara. Berputar- putar di halaman yang cukup luas, begitu menikmati aksinya.

“Apa sekarang dia membayangkan sedang berada dalam pertarungan?? “ melihat tingkahnya berhasil membuatku tertawa. Ternyata dia sangat pintar bermain- main sendiri seperti ini.

“ PUTRI CEPAT ULURKAN RAMBUTMU.........!! Ah salah rambutmu kan tidak sepanjang itu. ULURKAN KAIN PANJANG YANG ADA DI SITU..............!!!” masih tidak mengerti apa maksudnya, kucari saja apa yang dia katakan. Kutemukan beberapa kain yang sudah di tali simpul dan terikat kuat di salah satu pilar.

“ Mungkin ini maksudnya...........” Kuulurkan saja kain itu.

Ternyata Leeteuk menggunakan kain itu untuk memanjat naik ke atas.

“ Leeteuk ssi....... apa kau sudah gila?? Cepat turun, kau bisa terjatuh.......... Mercusuar ini sangat tinggi...........!!!” Teriakku was- was melihat Leeteuk terus saja memanjat naik.

“ Tenanglah putri..... aku akan segera menolongmu!!!” Balasnya masih terus bercanda.

“ YAAAHHH..............KAU............!!!” Belum selesai teriakanku, Leeteuk sudah sampai di atas. Dia melompat melewati jendela dan berdiri di depanku.

Aku benar- benar speechless dibuatnya.

“ Putri........... aku datang jauh- jauh dari kerajaanku, melewati hutan belantara, samudra yang luas dan gunung- gunung terjal hanya untuk menyelamatkan dan membawamu keluar dari sini..............!!!” Seperti sedang berperan dalam sebuah drama Leeteuk mengucapkannya dengan sangat fasih. Aku berusaha keras untuk tidak tertawa.

Leeteuk tiba- tiba berlutut di depanku, dan mengeluarkan sebuah kotak kecil di depanku.

“ Putri Sora......... ini adalah tanda cintaku padamu. Jika kau bersedia menerima lelaki kesepian ini, pakailah cincin ini.Raihlah tanganku dan menikahlah denganku.........!!!”

“ Leeteuk ssi............!!”

Leeteuk menggeleng,

“ Bukan, aku pangeran.................”

“ Oh, baiklah....... pangeran, maaf........ aku tidak bisa begitu saja menerima cincin ini...............!!!”

Raut wajahnya berubah sedih.

“ Kenapa??? Kau takut dengan kebahagiaan Sora ya??” Kini Leeteuk melupakan aktingnya,

“ Apa maksudmu??” aku tidak mengerti kemana arah perkataannya.

“ Aku melihatnya........ di kamarmu aku menemukan puluhan buku dongeng, tapi semua lembar terakhir yang mengisahkan kehidupan bahagia tokohnya dengan sengaja telah dirobek. Kenapa Sora, Apa yang membuatmu tidak percaya dengan kebahagiaan??”

Aku menggeleng, bersama dengan jatuhnya buliran hangat dari pelupuk mataku.

“ Aku akan menunjukkan padamu Sora ya....... bahwa kebahagiaan di akhir itu ada, dan sangat mudah untuk meraihnya.............”

Mata obsidiannya menatapku penuh keyakinan.

Aku berniat mengambil cincin darinya, tetapi........



“ Akkkhhhh.................!!” kupegang pinggangku, saat bayiku menendang dengan keras bersamaan dengan rasa sakit yang terus- menerus menekan.

“ Sora ya......... ada apa????” Leeteuk berdiri, dan langsung memegangi tubuhku agar tidak jatuh.

“ Lee.....Leeteuk ssi........ sepertinya aku akan melahirkan.............” Bisikku pelan pada Leeteuk, sebenarnya sejak tadi aku sudah merasakan kontraksi hanya saja kemunculannya tidak sesering saat ini. Kukira hanyalah Braxton Hicks atau kontraksi palsu yang sering terjadi di akhir kehamilan, ternyata aku salah. Sekarang kontraksinya terasa semakin kuat dan terus menekan- nekan perut bagian bawahku.

“ Melahirkan??? Sekarang??? ottoke....... bagaimana ini??? Apa yang harus kulakukan??” Bukan ini harapanku, kupikir dia bisa menolongku dengan bersikap tenang. Tetapi salah, Leeteuk justru terlihat kalang kabut dan kebingungan. Dia berlarian mondar- mandir di depanku, ohhh......... benar- benar membuat frustasi.

“ Leeteuk ssi kumohon tenanglah...... huufft..... sekarang....dengankan aku, cepat bawa aku turun dari sini dan huuuuh....huuufftt.....huuuuh..... antar aku ke rumah sakit........”

“ Sekarang???” dia masih sempat- sempatnya bertanya padahal kondisiku sudah sangat genting.

“ IYA SEKARAAAANG.................... MAU AKU MELAHIRKAN DI SINI?? ” Haruskah aku terus mengomandonya melakukan apa yang seharusnya dapat dia pikirkan sendiri.

“KYAAAA........... JANGAN......!!!!” Leeteuk langsung menggendongku dan membawaku turun ke bawah. Aku sudah tidak bisa protes lagi saat dia menggendongku. Sesampai di bawah mercusuar Leeteuk menuntunku masuk ke dalam mobil dan langsung melajukan mobilnya kencang.

“ Tidak perlu mengebut Leeteuk ssi....... aku masih ......bisa menahannya, huuuh.... pelan- pelan saja.....” Aku tak ingin celaka sebelum sampai di rumah sakit, melihat caranya mengendarai mobil seperti orang kesetanan.

“ Tapi benar kau tidak apa- apa Sora??? katakan padaku bagaimana rasanya???”

“ Rasanya??? Tentu saja sangat sakit....... jadi kumohon tetaplah fokus menyetir Leeteuk ssi........” Kusandarkan tubuhku di sandaran kursi. Membuat posisiku serileks mungkin. Menghitung jumlah kontraksi yang kualami dan mengukur jarak menuju rumah sakit sepertinya mustahil aku akan sampai sebelum melahirkan.

“ Tunggu Leeteuk ssi..... kita putar balik saja.....huuuh, aku mau melahirkan di rumah nenek Jung......” Leeteuk terbelalak menatapku, mungkin dia heran mendengar keputusanku yang berubah tiba- tiba ini. Dia membuka mulutnya bersiap protes, namun aku cepat- cepat memotongnya.

“ Siapa yang akan melahirkan sekarang??”

“Tentu saja kau Sora ya .......”

“ Dan siapa dokternya di sini???”

“ Kau juga Sora...”

“ Jadi..............???”

Dia mengangguk mengerti “ Siap laksanakan dokter Kang!!!” Teriaknya membuatku tertawa. Aku sempat sesaat melupakan rasa sakitku saat berbicara dengannya.

Kami pun sampai di rumah nenek Jung. Pasangan kakek nenek ini begitu sigap membantu dan menyiapkan semua yang kuinstruksikan pada mereka. Leeteuk juga membantu, tapi lebih banyak dia berdiri di dekatku, menjagaku?.

Sebuah kiddy pool berukuran antara 1,6 x 1,2 m sudah berisi air steril bersuhu sekitar 37 derajat celcius. . Besarnya angka derajat itu memiliki kesamaan dengan air ketuban.

Hal ini agar bayi tidak merasakan perbedaan suhu yang ekstrem antara di dalam perut dengan di luar. Selain itu, agar bayi tidak mengalami hipotermia (suhu tubuh terlalu rendah) atau hipertermia (suhu tubuh terlalu tinggi).

Aku memutuskan melakukan waterbirth, proses ini kupilih karena akan memudahkan proses persalinanku yang secara teknis akan kulakukan sendiri, tanpa bantuan tenaga medis lain.

Saat memasuki kolam, seketika aku merasa nyaman, tenang, dan rileks. . Hangatnya air kolam mampu menghambat implus-implus saraf yang mengantarkan rasa sakit.

karena tahap awal dilatasi dari 1-4 cm berlangsung paling lama, aku memilih duduk menekuk kedua kakiku dan mendudukinya. Kutarik nafasku panjang- panjang merasakan setiap sensasi yang baru pertama kali kualami.

Lama aku berdiam diri, mungkin orang yang melihatku saat ini mengira aku sedang bersemedi. Hanya mengeluarkan desahan dan lenguhan kecil, tanpa bergerak sedikit pun.

“ Sora ya...... apa yang sedang kau lakukan?? Apa bayinya sudah keluar??” Leeteuk lagi- lagi mengganggu konsentrasiku.

“ Aku sekarang........... sedang berusaha............... mengeluarkannya...........jadi bisakah kau tenang dan melihat saja............. Leeteuk ssi??”

Dia menggeleng,

“ Aku tidak bisa diam saja seperti ini, katakan..... apa yang bisa kulakukan untukmu??” Dia terlihat lebih tersiksa dibanding diriku. Aku tahu dia cemas, aku juga cemas tetapi kecemasan yang berlebihan tidak akan membantu. Kami harus tenang, itu yang dibutuhkan saat ini.

“ ambilkan aku air........ aku haus....” Mintaku berusaha mencairkan ketegangan. Leeteuk mengambilkanku segelas air dengan sedotan. Kuminum air itu hingga habis.

Bersamaan dengan air yang mengalir di tenggorokan, kurasakan juga sakit yang teramat sangat.

“ aakkkhhh.........huh.......huh.....huh.......” rasa nyerinya semakin menekan, dapat kurasakan otot- ototku menegang bersamaan dengan sesuatu yang keras dan sedikit lunak mendorong berusaha mendesak keluar. Itu pasti bayiku, dia juga berjuang keras untuk mencari jalan keluar.

“ Kau tidak ingin membuat omma menunggu lama ya sayang?? Baiklah bantu omma ya, keluarlah dengan lancar..........” gumamku mengelus perutku yang sangat besar ini. Leeteuk menoleh padaku.

Kami berbicara lewat mata, kukatakan padanya bayi di dalam perutku juga sedang berusaha jadi Leeteuk tidak perlu cemas.

Leeteuk tersenyum padaku, kubalas senyumnya.

“ Akkhh....... akkhhh...... huuuhhh......huuhhh......huh.....huh....huh....!!!” Sepertinya pembukaan sudah sempurna, Leeteuk semakin erat menggenggam tanganku. Kuubah posisiku dari duduk menjadi setengah berbaring. Bersandar di pinggiran kolam, dan bersiap untuk mengejan.

Aku harus mendorong dengan benar, bila terlalu pelan bayiku akan kesulitan untuk keluar, namun jika aku terlalu keras mengejan akan sangat berbahaya. Maka aku perlu mengatur ritmenya. Sekali menarik nafas panjang aku terus mendorong sekuat tenaga.

“ eeennnggg.......... huuhh....hhuuhh..........eeennggg............huh.....huh.......huh.....” Begitu terus berulang- ulang. Mengambil nafas pendek-pendek namun cepat, itulah teori yang kupelajari namun tentu saja dalam prakteknya lebih sulit. Peluh sudah membanjiri seluruh wajahku, tenagaku berangsur- angsur berkurang. Kucoba menarik nafas pelan, bersiap mengejan lagi.

Sebuah lingkaran api mulai terasa membakar, kepala bayiku mulai terlihat sedikit. Perhatianku teralih saat tiba- tiba Leeteuk berdiri.

“ Apa yang mau kau lakukan Leeteuk ssi??” Tanyaku sedikit kaget karena Leeteuk menggeser sedikit tubuhku kedepan, kemudian dia ikut masuk ke dalam kolam. Dengan posisi duduk tepat di belakangku, melingkarkan lengannya memegangi perutku.

“ Aku tak bisa membiarkanmu berjuang sendiri Sora, aku akan membantumu. Kau bisa mencengkeram lenganku, menggigitnya, lakukan apapun yang kau mau asalkan itu mengurangi rasa sakitmu....... .........” Ucapannya membuatku takjub. Tak menyangka perhatiannya sebesar itu untukku. Kusandarkan perlahan kepalaku di dadanya, rasanya berlipat kali lebih nyaman.

“ Sekarang kau siap yoebo, kita lakukan bersama, ne???” aku mengangguk menjawab ucapannya.

Saat kontraksi itu datang lagi, kuulangi apa yang sudah setengah jalan kulakukan tadi. Bersama Leeteuk semuanya terasa lebih mudah. Dia membantuku mengatur nafas, dan sesekali memijat- mijat pelan pinggangku yang memang terasa kaku.

“ eeeenngggg......huh.....huh.....huh...... hahh.........darimana kau mempelajari....ini??” Tanyaku berbisik padanya.

“ Dari internet dan buku- buku yang kubaca. Aku sudah mempelajari banyak tentang persalinan, jadi jangan menganggap remeh, dan mengira aku tidak tau apa- apa ya..................”

“ Lalu kenapa tadi awalnya kau seperti orang bingung??”

“ Itu....itu....... itu karena aku masih kaget saja, tau- tau kau bilang akan melahirkan saat aku melamarmu, siapapun orangnya akan panik bila berada dalam posisiku......... Sora ya..........!!!”

“ Oh..... jadi karena itu??!! haa......huh....huh.....huh..... sepertinya, ahhh......kita harus mendorong lagi.....ahhh.......eeennngggg............... Leeteuk ssi...............aaaahhhhhh...............” Kucengkeram lengan Leeteuk kuat- kuat saat kukerahkan seluruh sisa tenagaku. Air ketubanku sepertinya sudah pecah dan inilah saat yang paling menentukan.

“ Sora kau pasti bisa melakukannya....... ayo yoeboo..........” Semangat yang dibisikkan Leeteuk memacu semangatku menjadi berlipat ganda.

Perlahan namun pasti kepala bayiku mulai menyembul, aku bisa merasakannya sekarang. Memegangnya sendiri dengan kedua tanganku membuatku tersenyum.

“Sedikit lagi Sora........” gumamku penuh semangat, dengan dorongan yang panjang dan lama akhirnya aku bisa memegang dan menarik seluruh badannya yang mungil.

Bersamaan dengan tangisnya yang pecah, kuletakkan bayiku di atas tubuhku,

“ Sangat tampan............malaikat kecil omma............” Gumamku sembari terisak menahan haru. Kudekap dia erat dalam belaianku

Melihat tubuh mungilnya bergerak di depanku serasa seperti mimpi.

“ Kau berhasil Sora.............” Leeteuk tersenyum bahagia bersamaku, dia memegang tangan si bayi.

“ Omona........ lihatlah......wajahnya sangat mirip denganku, kau tidak bisa memungkirinya lagi Sora ya..... dia memang anakku..........”

“ Ya, benar dia memang anakmu Leeteuk ssi, kau puas sekarang??? Teriakku dengan perasaan bercampur aduk. Sekarang aku tidak akan memungkirinya lagi.........

Aku hanya ingin bahagia, bersama orang- orang yang kucintai, bayiku dan juga..........Leeteuk.

“ gomawo Sora ya....... sekarang kau tidak lagi menolakku...... ini hadiah terindah yang pernah kudapatkan....... seorang bayi tampan dari wanita cantik yang sangat kucintai.............” Leeteuk mengecup pundakku pelan, bersama dengan setetes air dingin yang mengejutkanku.

“ Kenapa kau menangis Leeteuk ssi??” Baru kusadari Leeteuk menangis di belakangku. Kumiringkan sedikit wajahku, hingga kini bisa menatapnya lurus.

“ Ini tangis bahagia Sora ya............ saranghae............”

“ Nado, saranghae......Leeteuk.........oppa..........!!”

“ Oppa??? Kau memanggilku oppa??? Apa aku tidak salah dengar Sora???”

Daripada harus mendengar Leeteuk berteriak- teriak membuat telingaku panas, aku lebih memilih membungkam bibirnya dengan ciuman. Saat bibir kami bertemu, dia langsung terdiam. Benar kan ideku berhasil.

Tapi apa ini?? saat aku ingin melepaskannya, Leeteuk malah merengkuh leherku dan memperdalam ciuman kami. Kini justru dia yang menguasaiku, awalnya mengulum bibir bawah dan atasku bergantian. Kemudian memaksa masuk mencari celah di titik sensitifku. ahhh............ aku salah perhitungan lagi.

Jujur ciumannya sangat memabukkan, aku berkali- kali terjatuh karena ciuman itu.

Jika saja bukan karena bayi kami menangis, pasti kami tak akan pernah berhenti.



****



Hari- hari sangat cepat berlalu, dan kini waktunya Leeteuk untuk kembali ke Seoul. Leeteuk berdiri mematung di depan mobilnya, serasa enggan untuk masuk.

“ Sora ya........ apa kau yakin tidak ingin kembali ke kehidupan lamamu di Seoul???”

Sora yang saat itu sedang menggendong Teuki kecil, menggeleng.

Sora menyerahkan sebuah buku pada Leeteuk. sebuah buku yang sangat tebal tetapi tidak ada tulisan apapun di dalamnya.

“ Apa ini??? ohh....... tunggu, Sora ya......... kau memakai.............!!!” Leeteuk terpekik kaget saat baru menyadari Sora memakai cincin yang tempo hari dia berikan,

Sora mengangguk kemudian tersenyum

“ Ini artinya???”

“ Aku menerima lamaranmu Leeteuk oppa......... Aku ingin kau menunjukkan padaku bagaimana meraih kebahagiaan itu. Dan dibuku ini aku ingin menulis kisah kita sendiri, apakah kau mengijinkanku menulis namamu di sini???”

“ Tentu saja Sora, kita tulis kisah kita bersama...... aku, kau, dan Teuki kecil...........!!!” Leeteuk memeluk Sora meluapkan kegembiraannya. Bergantian dia menciumi Teuki kecil dan Sora penuh cinta.



“ Sora ya........... dimana aku harus menaruh barangmu???” Ternyata kakek Jung, dia membawa koper Sora dari dalam.

“ Kau ikut....... denganku???” Tanya Leeteuk, tak bisa menyembunyikan senyumannya.

“ Ne......... tentu saja Oppa..... aku tidak akan kembali ke kehidupan lamaku, tetapi aku akan ikut bersamamu menuju kehidupan baruku..................” Jawab Sora yang kini berani menatap masa depannya bersama Leeteuk.



The End

8 komentar:

  1. hebat hebat horeee..
    lanjut vit..

    BalasHapus
  2. lanjutin lg donk gc bagus kalog ending'a cuman segitu kurang seru

    BalasHapus
    Balasan
    1. hai Hyun Jae.... makasih dah jadi member di blog aku ^^

      dilanjutin?? boleh jg sih, sama kayak request an Lisa....

      Okay deh, ditunggu aj yah

      Hapus
  3. kereeeeeeeen .... merinding vit bca nya .... coba bner" ad di kisah nyata ... T_T

    lanjut ap ga ni vit ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. sesuai request Lisa, lanjut...... tapi nunggu :D

      Hapus
  4. kereeeeeeeen .... merinding vit bca nya .... coba bner" ad di kisah nyata ... T_T

    lanjut ap ga ni vit ?

    BalasHapus