Jumat, 26 Juli 2013

Give Me a Baby - 1




Kulangkahkan kakiku memasuki sebuah ruangan yang sudah sangat akrab di mataku. Seketika bau obat -obatan medis berkoar- koar memasuki indra penciumanku. Tidak seperti biasanya, kali ini baunya seratus kali lebih menyengat membuat perutku bergejolak dan merasakan mual yang timbul tenggelam. Segera kupasang masker yang menggantung di leherku, bukan saatnya untuk menjadi lemah. Sekarang sedang berjuang seorang ibu muda tepat di depanku. Dia akan melahirkan anaknya ke dunia ini, dan bantuanku sangatlah menentukan keselamatan ibu dan bayinya ini.

Perawat Oh, menyerahkan selembar kertas berisi data si pasien padaku, dengan sekilas kubaca kertas itu.

Kim Ha Neul

22 tahun

Kelahiran bayi pertamanya

Usianya bahkan lebih muda dariku, melihat tubuhnya yang kecil berbanding terbalik dengan perutnya yang sangat besar. Aku sedikit sanksi dia bisa melahirkan bayinya secara normal melihat postur tubuh dan pinggulnya yang kecil. Tapi wanita ini memaksa ingin melahirkan normal, terlalu beresiko memang tetapi semua tergantung padanya. Bila semangatnya sudah sekuat itu, apapun bisa terjadi. Aku akan melakukan semaksimal mungkin untuk menolongnya.

“ Sudah berapa lama dia mengalami kontraksi perawat Oh..........” Tanya ku saat mulai memasang sarung tangan dan menyiapkan beberapa peralatan yang akan kubutuhkan selama membantu proses persalinan.

“ kontraksinya sudah berlangsung lebih dari 5 jam dokter Kang, dan servik pun sudah pembukaan sembilan, jadi kurasa sudah waktunya..........” Jelas perawat Oh, wanita yang sudah berusia lebih dari sepertiga abad ini masih sangat cekatan dan begitu berdedikasi pada pekerjaannya.

“ Baiklah......... ayo kita lakukan.............” Ucapku sebelum akhirnya mengulurkan tanganku menghadapi jalan lahir si bayi dan mulai memberikan instruksi pada Ha Neul ssi yang terlihat sudah sangat kelelahan itu. padahal ini masih awal, dan dia terlihat begitu pucat.

Kupegang tangannya dan kuusap keringat di keningnya, dia yang awalnya terpejam kini menatapku.

“ HA Neul ssi dengar kan aku, ini akan berlangsung sangat cepat bila kau bisa melakukan semua arahanku dengan baik.Kau harus yakin bisa melakukannya, demi bayimu berusahalah Ha Neul ssi........ kau percaya padaku kan??” Kulihat dia mengangguk sembari mengulaskan sebuah senyum. Sebutir air mata menitik dari ujung matanya. Itulah yang kubutuhkan sebuah semangat dan kepercayaan darinya.

Persalinan berlangsung lebih lama dibandingkan perkiraanku. Berulang kali Ha Neul mengejan hingga si bayi perlahan mulai nampak. Tapi tak berapa lama kemudian kurasakan bayi itu masuk kembali, sepertinya ada yang tidak beres. Dan benar saja si bayi ternyata terlilit plasenta, inilah yang membuatnya tak bisa dengan mudah keluar. Melihat kondisi Ha Neul yang sudah kehabisan tenaga dan tekanan darahnya yang terus naik tak ada pilihan lain selain melakukan ceasar untuk menyelamatkan nyawa Ha Neul dan bayinya.

“ Tolong segera panggilkan wali Kim Ha Neul ssi, kita harus mendapatkan persetujuan mereka segera untuk melakukan operasi. Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi.......” Ucapku pada beberapa rekan yang membantuku.

“ Tidak bisa dokter Kang, Ha Neul ssi datang kesini sendirian. Sekarang suaminya sedang dalam tugas wajib militernya...... dan keluarganya yang tinggal di Busan masih dalam perjalanan kemari.......” Sebuah suara putus asa keluar dari salah satu mulut rekanku.

Aku bergeming, saat dihadapkan dalam situasi sulit seperti ini. sekarang semuanya adalah tanggung jawabku, akulah yang harus mengambil keputusan. Di satu sisi ada dua nyawa yang harus diselamatkan namun di sisi lain peraturan dan prosedur medis juga tak boleh dilewatkan. Harus ada yang menjamin operasi ini, karena merupakan operasi besar yang memiliki resiko tinggi. Tapi rasa kemanusiaan mengalahkan segalanya, operasi memang harus dilakukan.

“ Baiklah.......... siapkan semuanya, kita akan mengoperasi nyonya Kim secepatnya.” Semua yang ada di ruangan persalinan mengangguk menerima keputusanku. Sebuah tepukan dari perawat Oh juga tak lupa mendarat di pundakku.

“ Kau melakukan pilihan yang benar dokter Kang, kita pasti bisa menyelamatkan mereka...........” Ucap perawat Oh berusaha menyemangatiku.





Hampir dua jam kami di ruangan operasi, dan syukurlah semua berjalan dengan lancar. Ha Neul bisa melahirkan bayi perempuannya dengan selamat. Setelah menerima ucapan selamat karena kerja keras yang telah kulakukan. Aku berjalan keluar ruangan operasi. Kududukkan tubuhku melawan sebuah bangku panjang di sudut rumah sakit.

Mengingat kejadian yang baru saja kulewati tiba- tiba saja membuatku takut. Bagaimana bila nanti akulah yang berada di posisi Ha Neun. Harus berusaha sendiri tanpa ada seseorang yang memberiku semangat atau dengan setia berdiri memegangi tanganku. Bisakah aku melaluinya sendiri.

Tanpa sadar tanganku meraba perutku pelan. Memutar telapak tanganku di sana secara berulang- ulang. Mengusap- usap perutku sendiri seperti ini masih terasa aneh bagiku. Baru tadi pagi aku menyadari bahwa sedang berkembang jiwa lain di dalam tubuhku. Meskipun belum terlihat, tetapi aku bisa merasakannya. sesuatu yang sangat rapuh bergerak di dalam sana. Aku masih tidak menyangka bahwa kini aku tidaklah sendiri. ada janin yang sedang tumbuh di dalam rahimku dan harus selalu kulindungi. Bukankah ini yang sangat kuinginkan, tetapi kenapa tiba- tiba rasa takut itu terus saja menggelayuti hatiku.

Namaku Kang Sora, menjadi dokter spesialis obstetri dan ginekologi di usiaku yang masih 24 tahun ini adalah sebuah anugerah. Sejak kecil aku harus hidup di panti asuhan karena kedua orang tuaku meninggal saat usiaku masih 5 tahun. Dibesarkan di panti asuhan membuatku merasa sangat kekurangan kasih sayang, karena itu dari remaja aku sudah bertekad untuk menjadi orang sukses dan meraih kebahagiaanku. Tetapi setelah melewati beberapa tahun menjadi dokter, melihat setiap hari kelahiran bayi- bayi lucu dihadapanku. Dimana kedatangan mereka membawa kebahagiaan bagi keluarga yang sudah lama menanti, membuatku sangat iri. Aku merasa semakin kesepian, dan tercetuslah sebuah ide untuk memiliki bayi. Mungkin dengan kehadiran seorang anak aku tidak lagi merasa kesepian. Aku bisa menyalurkan semua rasa sayangku padanya, begitu juga sebaliknya. Akan sangat menyenangkan bila di rumah dapat kudengar suara langkah kaki kecil dan tawa calon buah hatiku.

Mungkin semua akan bertanya kenapa aku hanya menginginkan seorang anak, bukannya seorang suami yang pasti akan memberiku anak juga?? Entahlah, aku tak pernah berencana untuk menikah. Menurutku membentuk sebuah keluarga itu adalah hal yang terlalu sulit. Mungkin juga karena aku masih tak bisa menghilangkan rasa sakit yang kuderita karena penghianatan seorang lelaki. Membuatku trauma dengan makhluk berbeda jenis denganku itu. Lalu bagaimana aku bisa hamil, semuanya terjadi secara tiba- tiba, bahkan akupun tak pernah merencanakannya.





Aku masih bisa mengingat dengan jelas kejadian malam itu. Masih dalam suasana musim semi, namun sangat kontras dengan udara malam yang begitu dingin. Kurapatkan coat yang kupakai saat berjalan memasuki sebuah diskotik di pusat kota Seoul. Setiba di dalam, berangsur- angsur dingin yang melanda tubuhku mulai menghilang entah karena pemanas ruangan atau suasana hiruk- pikuk di dalam yang sudah penuh dengan puluhan manusia yang sedang menikmati kesenangan mereka. Suara musik yang menghentak, lampu- lampu sorot berkelap- kelip, ditambah teriakan DJ yang memanaskan lantai dansa, membuatku untuk beberapa saat terpaku di tempat. Ini baru pertama kali aku datang ke tempat seperti ini, dan itupun sendiri.

Seorang penjaga membangunkanku dari lamunan, dia membantuku melepaskan coat yang kupakai dan secara otomatis memperlihatkan dress mini merah yang kukenakan.

Aku berjalan menuju sebuah meja yang tampak kosong, sedikit berada di sudut dan jauh dari keramaian. Duduk sendirian di sini membuatku sedikit gugup, tapi sudahlah........... aku hanya ingin merasakan ketenangan, segera kuusir semua cemas yang meliputi pikiranku.

Kuteguk segelas Wisky yang beberapa saat lalu kupesan, saat ekor mataku menangkap beberapa sosok namja yang sedang sibuk mengobrol. Mereka terlihat sangat menikmati obrolan mereka, terkadang tertawa atau sesekali melakukan protes atas candaan temannya dengan meninju lengan yang lain. Aku langsung melengos saat salah satu dari mereka menatap ke arahku. Kuteguk kembali cairan di gelasku yang tinggal separuh itu.

Beberapa jam sudah berlalu dan kini kurasakan kepalaku berdenyut seakan mau pecah. Sudah dapat dipastikan aku mabuk berat. Dengan pandangan yang masih berkunang- kunang, dan separuh kesadaran aku berusaha berdiri. Melangkah dengan sedikit sempoyongan, aku sudah hampir berhasil meraih pintu namun tiba- tiba tubuhku terasa berat dan membuatku terjatuh.

Kurasakan sebuah lengan kekar menangkap tubuhku, membantuku untuk berdiri.

“ Agassi, apa kau baik- baik saja??? atau perlu aku memanggilkan taksi untukmu......???” Kudapati seorang namja sudah berdiri di depanku. Mata obsidiannya terus menatapku penuh kecemasan.

Aku menggeleng dan menolak bantuannya, mencoba berjalan lagi namun tubuhku sepertinya tak bisa diajak bekerja sama.

Aku terjatuh lagi, dan kini kurasakan dinginnya lantai menekan kulitku yang tak terbalut kain.

“ Biarkan aku membantumu..... sepertinya kau sudah mabuk berat........” Namja ini lagi, dia kembali membantuku. Mendudukkanku di sebuah kursi tak jauh dari tempat kami berada.

Kembali mata itu membayangi pandanganku, mata dengan sorot yang begitu hangat dari seseorang yang tidak kukenal sebelumnya.

Menatapnya seperti ini memunculkan hasratku, tiba- tiba entah dari mana sebuah gagasan muncul di kepalaku.

Kudekatkan bibirku tepat di telinganya.

“ Give me a baby please...............” Bisikku pelan, dia menatapku kaget. Tentu saja dia akan bereaksi seperti itu. seorang gadis asing tiba- tiba memintanya melakukan sesuatu yang tidak wajar. Apa tanggapannya coba?? Pasti dia mengira aku adalah orang yang tidak waras.

Semenit kemudian kulihat sebuah senyum di wajahnya, senyuman yang sangat indah. Baru pertama kali kulihat senyuman seperti itu. sebuah senyuman malaikat yang bisa membuatmu merasa damai. Kutepuk- tepuk pipiku mencoba mencari kesadaran. Benarkah dia tersenyum, dan apakah artinya dia menyetujui permintaanku. Masih bergelut dengan pikiranku sendiri, ketika kurasakan tangan hangatnya menggandeng tanganku dan menuntunku keluar.

***



Keesokan harinya.............


Kubuka kedua pelupuk mataku yang masih terasa berat. Cahaya matahari yang menembus gorden memaksaku memicingkan mataku yang masih belum terbiasa menerima radian sinar terangnya. Kepalaku kembali berdenyut namun tak sesakit kemarin malam. Kuperhatikan seisi ruangan, tampak sangat asing. Mencoba mengingat- ingat apa yang terjadi semalam, tiba- tiba aku memekik tertahan. Kulihat tubuhku yang polos hanya terbalut selimut putih, dan lebih mengejutkan lagi dia masih tertidur disampingku. Berbaring memunggungiku, membuatku hanya bisa melihat punggungnya yang bidang.

Berharap dia tak segera terbangun, perlahan aku melangkah turun. Mengambil bajuku yang berserakan di lantai dan memakainya cepat. Kemudian kuputuskan pergi diam- diam tanpa harus melihat dulu bagaimana wajahnya.




Kejadian itu terjadi begitu saja. Aku bahkan tak dapat mengingat dengan jelas bagaimana wajahnya karena saat itu alkohol sepenuhnya menguasaiku. Ada sedikit penyesalan menyusup di hatiku, kenapa saat itu aku tak berusaha melihat wajahnya dulu. Setidaknya aku harus tahu bagaimana wajah namja yang benihnya tengah kukandung.

Tapi biarlah, itu sudah tidak penting sekarang. Apa yang kuinginkan sudah kudapatkan, dan kini aku akan benar- benar merawat anak ini. meskipun aku harus membesarkannya seorang diri, karena sejak awal itulah pilihanku.

Perawat Oh Saeri lewat di depanku, dia mengajakku ke kafetaria karena sudah tiba waktunya makan siang. Dia sangat baik padaku, menganggapku seperti dongsaengnya sendiri. Dia mengetahui semua kisah hidup dan penderitaan yang kualami, tak ada yang kusembunyikan darinya. Dialah tempatku berbagi keluh kesah.

“ Sora ya......... apa kau sakit?? kau terlihat pucat........” Jika diluar pekerjaan kami lebih suka berbicara informal. Apakah senampak itu perubahan pada diriku. Belum waktunya dia tau, aku tak ingin membuatnya mengkhawatirkanku.

“ Tidak unnie, mungkin aku terlalu lelah saja...........” kataku berusaha meyakinkannya. Tapi tiba- tiba saja perutku terasa sangat mual, tanpa menjawab kecemasannya aku langsung berlari menuju toilet terdekat.

Kutumpahkan semua isi perutku, dan hanya cairan bening yang keluar. Kutatap refleksi bayanganku di depan cermin, benar juga kata Saeri unnie....... keadaanku benar- benar kacau. Mataku tampak sayu, bibir dan wajahku pucat pasi tak ada lagi semburat merah yang selalu menghiasi pipiku.

“ Ini gejala yang akan aku alami terus selama trimester pertama,..........” Gumamku sendiri, setelah membasahi mulutku dengan air, segera kupakai kembali masker menutupi sebagian wajahku.

Berjalan keluar bermaksud menuju kafetaria langkahku terhenti karena tiba- tiba kepalaku terasa pusing. Seperti dipukul berulang- ulang oleh martil, rasa sakitnya terus berdenyut membuatku tak mampu menyangga lagi tubuhku dan tumbang begitu saja.

Selama beberapa saat aku hanya mampu meringkuk di lantai. Suasana terlalu sepi bagiku untuk hanya sekedar berteriak meminta pertolangan. Namun tak berapa lama, kurasakan tubuhku terangkat dari lantai, seseorang menggendong dan membawaku ke ruangan gawat darurat. Masih dalam keadaan setengah sadar kucoba melihat wajahnya yang tepat berada di atasku. Dia menunduk menatapku, sebuah senyuman tersembul dari wajahnya yang tampan.

Senyuman ini, aku sangat mengenalnya. Ini adalah senyuman yang sudah terekam dengan jelas di memoriku. Senyuman yang sama seperti malam itu. Tidak mungkin, apakah aku hanya bermimpi?? Diakah orangnya??? Aku sendiri tidak begitu yakin. Kucoba membuka mulutku namun tak sepatah katapun keluar. Seperti kehilangan suara aku tak bisa hanya untuk sekedar berkata- kata.

“ Tenanglah....... kita akan segera sampai, kau akan segera ditangani.........” Ucapnya mungkin berusaha menenangkanku yang terlihat sangat tak berdaya. Mendengar itu aku mencoba diam, memasrahkan tubuhku dalam gendongannya dan kemana dia melangkah.

Dia membaringkanku di sebuah ranjang dorong, beberapa perawat berlarian menghampiriku.

Kurasakan genggamannya perlahan merenggang, ketika seorang namja lain menghampirinya.

“ Teuki kita harus segera kembali, ada rapat mendadak dengan Lee So Man sajangnim. Keadaan Eunhyuk juga sudah membaik, ternyata dia hanya memerlukan beberapa jahitan saja di jari tangannya, tak perlu khawatir. Hari ini juga dia sudah bisa pulang...........” Jelas namja bertopi itu pada namja yang berdiri di sampingku.

Namja ini kembali menatapku, dia sedikit mencondongkan tubuhnya kearahku.

“ Maaf aku harus pergi, semoga kau lekas sembuh...........!!” Dia berpamitan sebelum akhirnya benar- benar pergi. Ada sebuah ketidakrelaan menyeruak di hatiku, melihatnya pergi begitu saja.



“ Dokter Kang, apa kau bisa mendengarku?? Dokter Kang??” sayup- sayup dapat kudengar suara- suara di sekitarku. Tetapi aku terlalu lemah untuk menjawabnya. Semuanya terlihat gelap, dan aku tak bisa mengingat apapun setelahnya.



***



Waktu berjalan begitu cepat, tidak terasa sudah tiga bulan sejak kejadian itu. Kini morning sickness yang sering kualami berangsur- angsur mulai berkurang. Aku sudah bisa melakukan semua aktivitasku seperti biasa. Satu persatu semua orang yang kukenal mulai mengetahui tentang kehamilanku. Aku pun tak berusaha menyembunyikannya lagi. Perlahan semua orang mulai mengerti dan sangat menghormati pilihanku.

Seperti sore ini aku ada janji dengan sahabatku Heera. Dia akan mengajakku melihat sebuah konser boyband kesukaannya. Awalnya aku menolak, tetapi Heera terus saja memaksaku. Dia bilang sangat sulit mendapatkan tiket VIP seperti yang didapatnya secara cuma- cuma dari relasinya itu. dua tiket konser, tentu saja Heera tak mau menyia-nyiakannya.

Aku bertanya apakah tidak apa- apa mengajak wanita hamil sepertiku. Hee Ra justru tertawa, tak ada yang melarang wanita hamil menghadiri konser. Asalkan tetap duduk tenang dan tidak ikut- ikutan berlonjak- lonjak histeris, semuanya aman terkendali.

Jadi seperti itulah, sekarang aku sudah menunggunya di depan rumah. Tak berapa lama kemudian sebuah mobil Marcedes Benz hitam berhenti di depanku.

“ Sora ya....... kau sudah siap??? Kajja........ kita berangkat sebelum terlambat, aku tidak mau melewatkan apapun!!!” Teriaknya histeris. Aku menggeleng melihat tingkahnya kemudian ikut masuk ke dalam mobil.

“ awas saja kalau kau sampai membuatku malu di sana Heera ya, aku akan langsung meninggalkanmu.........” Ancamku padanya. Ancaman itu hanyalah sebuah candaan karena aku tak benar- benar ingin melakukannya. Aku mengatakan ini hanya agar Heera tak membuatku malu seperti tempo dulu, dimana dia membuatku harus meminta maaf pada banyak orang karena kami diam- diam masuk ke backstage, hanya untuk bisa berfoto dan bertemu dengan idol group yang namanya pun aku tidak bisa mengingatnya.

Memang pengetahuanku tentang grup idola sangat lah rendah bahkan bisa dibilang nihil. Tak satupun nama mereka dapat kusebutkan. Berbeda bila seseorang bertanya tentang istilah- istilah medis dan buku – buku kedokteran padaku, pasti aku akan dengan mudah menjawabnya.



Ternyata konser berlangsung sangat lama, hampir tiga jam aku tak bisa beranjak dari tempat dudukku. Untung saja ini kursi VIP jadi aku tak perlu berdesak- desakan seperti banyak yoeja lain di bawah sana. Tapi dari tempatku ini viewnya sangat jelas. Aku bisa melihat dengan mudah grup idola itu menunjukkan aksinya di atas panggung. Bernyanyi dan menari, kupikir bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Aku salut pada mereka, lebih pada kerja keras yang mereka tunjukkan hingga bisa terkenal seperti sekarang.

Awalnya aku tak begitu memperhatikan mereka, karena membernya yang terlalu banyak membuatku pusing. Semua wajahnya tampak mirip, ditambah dengan kostum yang sejenis alhasil semua terlihat sama dimataku. Tetapi ada satu orang diantara mereka yang terlihat berbeda. Dia yang paling banyak berbicara mewakili membernya. Heera bilang karena dia adalah leadernya.

“ Leader?? Siapa namanya??” Tanyaku spontan, Heera menatapku seolah- olah bertanya sebenarnya aku berasal dari planet mana sampai- sampai tidak mengenal anggota boysband paling terkenal seantero dunia, Super Junior.

“ Leeteuk oppa......... semua memanggilnya seperti itu......” Jawab Heera cepat tanpa mengalihkan pandangannya dari atas panggung.

“ Leeteuk....... leader Super Junior........ ??” Oh My God, mungkinkah ini?? kurasakan sekelilingku seperti berputar- putar. Aku mulai mengingatnya, dialah namja itu. Namja yang menolongku waktu di diskotik, namja yang menolongku ketika aku pingsan di rumah sakit, dan tentu saja dia adalah.........

Kupegang perutku yang sudah mulai membesar ini.........

“ Dia appamu sayang................” Bisikku sangat pelan pada janin yang kukandung.

Bagaimana ini, aku tidak mengira bahwa seseorang yang menghamiliku adalah seorang yang sangat terkenal. Ini terasa semakin sulit. Aku tak mau menariknya dalam masalah yang sejak awal adalah murni keinginanku. Hanya akulah yang harus menanggung tanggung jawab, bukan dia. Dia hanyalah penolong yang membuka jalanku meraih apa yang kuimpi- impikan.

Dia tak boleh melihatku atau bahkan mengetahui keadaanku, ya benar. Itulah satu- satunya cara yang bisa kuperbuat agar tak ikut menyusahkannya.

Tapi semua rencanaku gagal karena Heera, gadis ini malah menarikku untuk menemui mereka.



Dan sekarang di sinilah aku berada.

Ruang tunggu Super Junior member,

Ternyata Heera mengenal orang yang dekat dengan manager Super junior. Orang itulah yang membantu Heera dan memberinya akses untuk bertemu idolanya.

“ wuuuaaahhh...... oppa deul...... bolehkah aku berfoto dengan kalian??? Omo....... kalian tampan- tampan semua...... aku bingung.....” Teriak Heera kegirangan. Apa maksud gadis ini, meskipun dia temanku tetapi tidak bisakah dia sedikit bersifat lebih wajar.

Heera terus berkeliling ruangan, meminta foto dan berbincang sok akrab dengan mereka. Tetapi kenapa dia terus saja menarikku agar mengikutinya. Akan lebih baik jika dia meninggalkanku di balik pintu, sehingga aku tak harus terus- terusan menundukkan wajahku.

“ Siapa mereka Siwon ah???” Sebuah suara yang sangat kukenal, dia berjalan mendekati kami.

Deg........

Jantungku seolah berhenti, ini pasti dia aku tidak salah lagi.

Bagaimana ini, dia tidak boleh melihatku. Aku harus secepatnya pergi......

Aku langsung melepaskan tangan Heera dan bergegas berlari ke arah pintu. Namun tak sengaja aku menabrak seseorang. Membuat tas yang kupegang sedari tadi untuk menutupi perutku seketika jatuh ke lantai.

Sudah berakhir........

Semua orang menatapku, termasuk dia. Kulihat matanya terbelalak lebar, sepertinya dia mengenaliku......

“ Kau.............!!!” Teriaknya padaku. Dia terus memperhatikanku, dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapannya berhenti lama saat melihat perutku, yang berusaha kututupi meskipun telah terlambat.

Dia sudah melihatnya,

Leeteuk sudah melihat kehamilanku.



To Be continue....



FF ini author posting sebelumnya tanpa rencana. Idenya muncul begitu saja dan menurut author sangat sayang bila dilewatkan.

Mungkin ini hanya sebuah FF yang terdiri dari beberapa part saja,

Jadi bukan ff berseri panjang seperti yang lain.......

So, happy reading

Tidak ada komentar:

Posting Komentar