Minggu, 04 Mei 2014

The Baby, You, and Me – 22



“ Park Jung Su........” Matanya melebar menatapku.

Sedangkan aku yang masih berusaha mengatur nafasku setelah berlari menyongsongnya tadi belum mampu menjawabnya.

Tiba- tiba dia meminta melepaskan diri secara paksa, aku tidak bisa menahannya.

Namun lagi- lagi dia terjatuh, kali ini aku benar- benar tak bisa membiarkannya.

“ Apa kau tidak bisa berhati- hati dan tidak membuatku cemas Sora sshi........” Kenapa aku justru memarahinya, seharusnya bukan kata- kata itu yang kuucapkan pertama kali ketika bertemu dengannya.

“ Lepaskan aku......... lepaskan aku.......” dia terus memukulku dan meronta meminta dilepaskan.

Aku tak mendengarkan protesnya lagi, segera kulumat bibirnya secara paksa karena luapan hasrat dan kerinduan yang kupendam selama ini. Beberapa kali kukulum bibir Sora yang tertutup rapat. Dia menolak memberiku akses, tangannya terus saja memukul lenganku. Membuatku semakin kasar menciumnya. Terus kusentuh bibir atas dan bawahnya secara bergantian meninggalkan desahan pelan yang keluar dari bibirnya. Akhirnya dia menyerah, cengkraman tangannya hanya mampu menarik baju yang kupakai, bibirnya pun perlahan mulai terbuka dan tak lagi berusaha menahanku. Lidahku meluncur mulus masuk dan mengabsen satu per satu deretan gigi putihnya, sebelum akhirnya mengajak lidahnya berdansa bersamaku.

Sudut bibirku terangkat ketika menerima ciuman selamat datangnya.

Kebahagian merambati seluruh tubuhku saat dirinya berada sangat dekat denganku seperti ini. Merindukannya sekian lama sudah membuatku sangat sesak, namun kini rasa itu menguap sudah. Dia berada dalam dekapanku kini, merasakan kehangatan dan aroma tubuhnya membuatku menjadi namja paling bahagia saat ini.

Kebahagian itu tidak berlangsung lama karena sebuah suara mengejutkanku begitu pula dengan Sora.

“ Apa yang kalian lakukan di sini?? Kang Sora, kau tidak apa- apa??” Pekiknya antara kaget bercampur cemas, namja yang tadi mengantar Sora kembali lagi. Dia menatapku lama sebelum akhirnya merebut Sora dariku.

Tanpa mempedulikanku namja pirang itu memapah Sora menaiki satu- persatu anak tangga. Terlalu lemah, Sora hanya menyandarkan kepalanya begitu saja di bahu piere, sungguh melihat ini membakar perasaanku

“ Biar aku saja yang mengantar Sora, berikan Sora padaku......” Sergahku kasar mengikuti mereka yang baru naik beberapa langkah.

“ Siapa kau? Sora apa kau mengenal lelaki ini?” Piere bertanya pada Sora, aku tidak suka namja ini sepertinya dia terlalu meremehkanku.

Tapi bukan itu yang membuatku terkejut, gelengan Sora justru yang berhasil membuatku membeku. Benarkah dia mengaku tidak mengenalku.

“ Sora....kau...........” Hanya itu yang keluar dari tenggorokanku,

“ Kau lihat, Sora tidak mengenalmu dan kurasa kita sudah tidak punya urusan lagi tuan asing, jadi sebaiknya jangan ikuti kami......” Piere menyeringai dari sudut bibirnya, aku sudah sangat muak melihatnya.

Mereka berjalan lagi tanpa mempedulikanku, oh baiklah......

Bukan Park Jung Su namanya bila menyerah hanya sampai di sini. Aku pun berlari lebih cepat mendahului, kutarik Sora mendekat dan langsung kuangkat tubuhnya menggendongnya diantara kedua lenganku. Aku menoleh kearah Piere “ maaf tuan Piere, tapi kurasa sebaiknya aku saja yang mengantar Soraku tersayang, karena aku tunangannya........ sebaiknya kau pulang saja......” Kuhunuskan tatapan tajam padanya agar dia tahu siapa yang coba dia lawan. Sebelum akhirnya aku memandang Sora hangat dan mencium bibirnya cepat. Kuulangi apa yang kulakukan, dua kali, tiga kali kupastikan namja di depanku melihatnya.

Seperti manekin, Sora diam saja dalam gendonganku. Matanya berulang kali berkedip terus memandangiku membuat bulu matanya yang lentik bermain- main di sana.

Kugendong Sora menuju apartemennya, tapi yang mana? Aku mendadak bingung. Aku hanya tahu di lantai ke berapa Sora tinggal tapi bukan apartemen nomor berapa dia tinggal. Hal ini membuatku berhenti sejenak, “ Ehh...... Sora ya........ tempatmu dimana??”

Sora tak lantas menjawabku dia hanya terus memandangiku, aku tak bisa membaca apa yang ada dalam pikirannya sekarang.

“ Bukankah tadi kau sendiri yang bilang Jung Su sshi akan mengantarku,padahal jelas- jelas kau tidak tahu dimana aku tinggal??” ne, dia benar, aku salah karena terlalu sombong. Aku hanya tidak tahan melihat Sora bersama dengan lelaki lain, itu yang membuat otakku kadang tak bekerja sempurna. Siapa suruh dia bermesraan dengan si Piere, Piere itu. pegangan tangan, berangkulan, tertawa girang, aiisshh...... benar- benar memalukan.

“ Noel, Kang Sora sshi, apa susahnya memberitahuku dimana tempatmu, kau hanya tinggal menunjuk saja yang mana. Kenapa malah membuatnya semakin sulit???”

“ Bwoh?? Yaahh......... cepat turunkan aku, aku tidak menyuruhmu menggendongku juga..... aku mau turun.......” Tubuh Sora merosot dan dia berhasil lepas dari gendonganku. Dia kini berdiri menatapku tajam.

“ Sebaiknya kau pergi Jung Su sshi, dan jangan mengikutiku lagi. Apa kau tahu kau sudah menggangguku dan temanku, Piere. Apa tadi itu? tidak seharusnya kau bersikap kasar padanya......”

Apa aku tidak salah dengar? Sekarang Sora menyalahkanku dan lebih membela si blonde itu. ahhh........ chinca, ini sudah sangat keterlaluan. Kenapa sikapnya sangat berbeda sekarang, apakah Paris sudah mengubahnya menjadi kasar seperti ini.

“ Soraaaa..... “ Suara itu lagi, apa laki- laki ini tidak bosan menguntil terus. Saat menoleh, ternyata dia sudah berada di dekatku.

“ Piere, kenapa kau belum pulang?” Nada suara Sora berubah seratus delapan puluh derajat saat berbicara dengannya. Membuatku benar- benar tercengang.

“ Tidak, kau melupakan tasmu dan tertinggal di mobil, selain itu aku juga ingin mengecek apakah kau baik- baik saja” Saat mengucapkan itu Piere dengan sengaja menatapku memicingkan matanya padaku, dia benar- benar mengajak perang.

“ Merci Piere......... Apakah kau mau mampir? Aku bisa membuatkanmu segelas kopi di dalam........”

“ Tentu saja.......”

Mereka berdua berjalan meninggalkanku seolah- olah aku tak ada di sana. Keduanya menghilang di balik pintu paling ujung yang langsung tertutup di depanku.



Sora POV

Aku masih bisa melihat bagaimana ekspresinya saat kami meninggalkannya begitu saja. Ekspresi yang sama dimana aku selalu ingin memeluknya untuk memberinya rasa tenang. Jung Su oppa pasti sangat kecewa dan sedih dengan penolakanku.

Kulepaskan tangan Piere saat kami sudah berada di dalam, aku menyuruhnya duduk sementara aku menyiapkan kopi hangat untuknya.

Sembari mengaduk kopi, kulihat Piere berjalan berkeliling mengamati setiap sudut rumahku. Ini pertama kalinya aku mengijinkannya masuk, membuat Piere tampak antusias dan seolah sangat mengagumi seleraku dalam menata ruangan.

Namun saat Piere berdiri di depan kamar tamu, tanpa sengaja aku berteriak kecil. Membuat lelaki ini sontak menoleh padaku.

“ Ada apa Sora?”

“ Ah, tidak...... ini kopinya.........” Dia berbalik dan berjalan ke arahku, huft......... untunglah. Kuserahkan salah satu cangkir yang kupegang padanya. Piere kembali duduk dan menikmati kopinya dengan tenang. Tapi tidak begitu dengan diriku, aku merasa sangat tidak tenang dan tanpa sadar terus memandangi kamar itu.

Mungkin Jung Su oppa sudah pergi, sebaiknya kusuruh Piere pulang saja,” mmmm.......... Piere, terima kasih sudah mengantarku. Dan kurasa ini sudah sangat malam, aku juga ingin beristirahat..........” aku berpura- pura menguap di depannya.

“ Oh, benar.... kau harus beristirahat, jangan lupa minum obat Sora, sepertinya kau terserang demam.... kalau begitu aku pulang dulu...”

Aku mengangguk, maaf Piere aku harus mengusirmu seperti ini.
kuantar dia sampai di depan pintu, “ Selamat malam.....”

“ Malam...........” Balasku padanya.

Sesaat setelah kututup pintu, aku tak berusaha menahan tubuhku yang terus merosot dan terduduk lelah di baliknya. Hari ini benar- benar hari yang tak terduga, apa yang kukhawatirkan akhirnya datang. Park Jung Su, dia kini berada di sini, Paris.

Kulangkahkan kakiku menuju sebuah kamar di sebelah kamarku. Rasa lelah yang tertimbun dalam tubuhku seolah tak bisa menghalangiku untuk masuk ke dalam. Seorang wanita paruh baya terlihat tertidur di samping tempat tidur mini sembari memegang buku cerita di tangannya. Dengan perlahan kubangunkan dia, Victoria sedikit kaget melihat kedatanganku. aku bilang sebaiknya dia beristirahat, aku tahu dia juga pasti sangat lelah. Menjaga anak kecil seharian pasti bukanlah hal yang mudah. Tapi berkat Vic aku tidak perlu khawatir meninggalkannya di rumah.

Setelah Vic pergi dan terdengar suara pintu tertutup aku berjalan mendekati tempat tidur berbentuk mobil di depanku. Kulihat dia tidur sangat nyenyak, mungkin karena seharian dia aktif mengganggu Vic dengan semua rasa keingintahuannya.

Kuraih tangan kecilnya dan menempelkan di pipiku. Dia kini seorang diri, hanya aku yang dia miliki. Aku sudah berjanji akan merawatnya dan membesarkannya. Meskipun tanpa janji itu aku pasti akan menjaganya karena dari awal memang itu yang ingin kulakukan. Dia bergerak, sepertinya aku terlalu gaduh saat menggeser posisi tubuhku lebih dekat dengannya. Kutepuk pelan punggungnya sembari menyanyikan lullabi pengantar tidur. Perlahan aku pun mulai terlelap bersamanya, dan kamipun bertemu di alam mimpi.



****

Seharian ini aku sangat disibukkan dengan pekerjaan, sampai- sampai aku melewatkan makan siangku. Bahkan aku tidak sempat hanya untuk membeli roti di toko Theodore. Karena itu aku memesan layanan antar dan berniat memakannya nanti saat di rumah. Kulirik jam tanganku, sudah pukul dua siang. Ada beberapa jam waktu sebelum rapat membahas rancangan desain baru sore ini. kuambil tas jinjingku dan bersiap keluar ruangan saat tiba- tiba seseorang masuk dan memohon agar aku makan siang dengannya. Siapa lagi kalau bukan Piere, dibalik badannya yang tinggi besar, bisa juga dia memohon seperti anak kecil begitu. Dia bilang dia juga belum makan siang dan kini perutnya sangat kelaparan. Piere menduga aku juga belum makan, dan waktu kutanya darimana dia tahu, dia menjawab hatinya yang bilang seperti itu. Oh, baiklah aku sedikit tersentuh apa salahnya aku makan siang bersamanya. Lebih baik makan berdua daripada makan sendirian. Kami pun bergegas menuju restoran yang biasa kami kunjungi.

Tapi ketika kami masih akan melangkah melewati pintu, lagi- lagi muncul seseorang menghalangi jalan, dia Theodore yang membawa boks jinjing putih bertuliskan nama bakerynya.

“ Soraaa.... kau mau kemana?? Ini aku datang mengantar pesanan......!!” Suaranya yang khas dengan ekspresinya itu membuatku tertawa. Kenapa dia harus mengantar sendiri padahal banyak karyawannya yang bisa mengantar.

“ Kenapa kau mengantar roti pesananku sendiri?? bagaimana dengan bakerymu??” Sepertinya pertanyaanku tidak ia dengarkan karena kini dia sibuk memandangi Piere dari atas sampai bawah.

“ Ah, kau bertanya apa Sora??”

“ Sudahlah tidak jadi......!!”

Lagi- lagi Theodore tidak menyimak ucapanku, aku sedikit kesal dibuatnya.

Dia mulai menginterogasi Piere, menanyakan siapa dia, apa hubungannya denganku, dan mau kemana kami sekarang. Kalau menunggui perdebatan mereka kurasa sampai sore pun tidak akan pernah selesai.

Kuputuskan berjalan sendiri meninggalkan keduanya.

“ Soraaaa..... tunggu....!!” Kudengar suara Piere membuntutiku.

“ Aku juga ikut.....!!” Kini suara Theodore yang juga berlari ke arahku.

Baiklah setidaknya kini ada dua orang yang akan mentraktirku, kuharap.



Kami memilih sebuah restoran Korea yang sudah terkenal di daerah sekitar kantor. Sebenarnya bukan kami yang memilih, tapi aku sendiri. Sudah lama aku tidak memakan masakan Korea dan aku sangat merindukannya, sedangkan dua orang di sebelahku ikut saja dengan apa keinginanku.

Kurasa ini pertama kalinya bagi mereka masuk ke restoran Korea, sedikit asing itu mungkin yang kini mereka rasakan. Tapi tidak bagiku, aku seperti kembali merasakan hangatnya Seoul di tengah – tengah kota Paris. Satu set meja besar berisi beraneka hidangan khas Korea sudah kami pesan. Tanpa menunggu lagi aku mulai memuaskan perasaan rinduku pada makanan kesukaanku.

“ Kenapa kalian berdua diam saja?? cepat makan ini enak......!!” Ajakku saat kulihat Piere dan Theodore hanya diam saja menatap kuali hitam besar berisi beraneka sayuran dan potongan daging di hadapan mereka.

“ Ayo..... makanlah...!!” Untuk yang kedua kalinya akhirnya mereka mau mengangkat sumpit dan mencicipi makanan di piring mereka.

“ hhmmmm..... lezat..!!” Pekik Theodore padahal mulutnya masih terisi penuh dengan makanan. Aku hanya bisa tertawa melihat ekspresi senang bercampur kagetnya.

“ Sekarang aku tahu kenapa masakan ini bisa mengalahkan pizza dan pasta, korean food memang benar- benar lezat!!” Kini Piere yang membuka suara, jujur aku bangga dengan negaraku yang kaya akan cita rasa makanan.

“ Ternyata bukan hanya yoejanya saja yang cantik, makanannya juga enak.......!!” Aku kaget mendengar Theodore mengucapkan frase berbahasa Korea meskipun banyak pengucapannya yang salah.

“ bbb...bba..bagaimana kau bisa??”

“ Semua tentangmu sudah kupelajari Kang Sora, bahkan aku mulai ikut kursus bahasa Korea, pasti kau tersentuh ya??”

Laki- laki ini, tekadnya kuat sekali. Dia tidak pantang menyerah untuk mendapatkan hatiku, tapi lagi- lagi aku tersentuh.

“ Uh... hanya begitu saja sudah sombong, aku yang ahli bahasa Korea saja tidak berlebihan seperti itu. Semua itu tidak usah diucapkan Theo... Leo... Meo siapa??”

“ Theodore....!!” Pekik Theodore tersinggung.

“ Ah, ya kau Theodore, buktikan saja dengan perbuatan....!!” Piere, dia mulai lagi.

Aduh semuanya bisa kacau kalau mereka berdua masih belum bisa akur, aku cepat- cepat menyela dan menengahi keduanya.

“ Hei, tidak baik bertengkar di depan makanan..... sebaiknya kita lanjutkan makan, bukannya kalian bilang makanannya sangat lezat?? Uh?? Oke??” Kuulaskan senyuman pada keduanya, ajaib dua orang ini langsung menurut seperti terkena sihir. Apa aku sebegitu menariknya?? Oh, tidak, tanpa sadar dua orang sudah jatuh dalam pesonaku. Kalau Kangin oppa melihat ini pasti akan terjadi sesuatu yang buruk. Untungnya dia jauh dan pasti tidak melihat kami.



Sora Pov End.



Mungkin Sora berpikir merasa aman karena Kangin tidak akan melihatnya, tapi tanpa Sora sadari seseorang sedang memperhatikan mereka dari kejauhan. Bukan hanya di restoran ini, bahkan sejak dari kantor orang berkacamata hitam dengan jas kasual putih ini terus saja mengikuti ketiganya.

Dia akan mengepalkan tangan geram saat melihat Sora tersenyum ceria pada dua namjanya. Dia akan menggebrak atau memukul apapun di depannya bila melihat Sora bersikap baik pada dua laki- laki itu, dan seperti sekarang dia sudah hampir berlari menuju ketiganya saat melihat Sora merangkul pundak kedua lelaki itu, mengajak mereka agar tenang dan duduk kembali untuk makan.

“ Yaakss..... dua namja ini, mereka pikir mereka siapa!!! Awas saja kalau!!” Tangannya mencengkeram meja dengan kuat menahan emosinya yang sudah mencapai puncak. Dia bahkan melihat Sora menyodorkan semangkuk kecil khimchi pada salah seorang dari mereka. Belum selesai sampai disitu saja, dia bahkan mengabulkan permintaan si namja untuk menyuapinya.

“Oh God, aku sudah tidak tahan lagi.......”

Di sisi lain Sora kesulitan melerai Piere dan Theodore yang terus saja beradu mulut memperebutkan siapa pemilik mangkuk khimchi pemberian Sora. Piere mendorong pundak Theodore dan sebaliknya Theodore juga tidak mau kalah dia meninju bahu lawannya sedikit keras. Tidak terima dipukul Piere membalas, terjadilah perselisihan di antara keduanya. Sora yang mencoba melerai bahkan terdorong sampai ke belakang. Tubuhnya pasti sudah hampir jatuh bila tidak ada seseorang yang menangkapnya.

“ Hei, kalian...... orang – orang bodoh, lihatlah apa yang kalian perbuat pada Sora!!!” Teriak Jung Su marah masih memegangi Sora, dia menatap garang pada dua namja tak tahu diri yang malah sibuk bertengkar sendiri.

Dua orang yang diteriaki serentak berbalik, tampak penyesalan di mata keduanya menyadari apa yang terjadi pada Sora. cepat- cepat keduanya berusaha membantu tapi langsung ditampik oleh Jung Su.

“ Sora ya, kwencana?? Apa ada yang terluka??” Tanya Jung Su, dilihatnya satu- persatu badan Sora apakah ada memar atau luka.

“ Tidak, aku baik- baik saja...!!” Jawab Sora antara terkejut dan kaget melihat Jung Su tiba- tiba sudah berada di dekatnya.

Membantu Sora berdiri, kini Jung Su menatap Piere dan Theodore bergantian...

“ Lihat apa akibat perbuatan kalian?? Apa ini yang disebut perasaan tulus?? Kalian berdua bahkan tidak tahu Sora akan terluka atau tidak karena perbuatan kekanak- kanakan ini... !” Meskipun badan Jung Su tidak lebih tinggi dari keduanya, tapi kharisma Jung Su benar- benar tak terbantahkan, dua namja di depannya itu bahkan tidak bisa menyangkal semua ucapannya. Diam- diam Sora takjub memperhatikan bagaimana Jung Su mengatasi masalah dengan penuh wibawa. Tidak ada lagi Jung Su yang hanya bisa berteriak- teriak kesal dan menumpahkan semua kekesalannya tanpa memikirkan akibatnya. Kini Jung Su benar- benar terlihat seperti lelaki yang matang, mengagumkan.

Setelah meminta maaf Piere dan Theodore pun pergi, yang tertinggal hanya Jung Su dan Sora. Keduanya tak saling bicara selama beberapa saat, Jung Su terus memandang ke arah Sora yang hanya bisa menundukkan kepalanya.

“ Sora ya, bisakah kita bicara tapi jangan di sini.......!!” Ucap Jung Su penuh harap, melihat anggukan pelan Sora, Jung Su menggandeng yoeja ini menuju mobilnya dan membawanya ke suatu tempat.



Sora POV

“ Kenapa kau membawaku ke sini??” Tanyaku saat melihat pemandangan berlatarkan menara eiffel di depanku. Dua sisi pagar pohon simetris dengan hamparan rumput yang membelahnya menambah kesan kokoh sekaligus elegan menara yang dibangun Gustaf eiffel ini. Dia tidak berusaha menjawab pertanyaanku, tanpa sadar aku melirik pergelangan tanganku yang digenggam olehnya. Merasa tidak nyaman kutarik tanganku darinya.

Dia yang berjalan di depanku sontak menoleh, tatapan penuh tanya dia juruskan padaku.

Tapi itu hanya sebentar karena lagi- lagi dia tak mengindahkanku dan malah duduk di bangku taman di dekat kami.

Dia mengisyaratkan aku agar ikut duduk bersamanya.

“ Sebenarnya apa yang ingin kau katakan Jung Su sshi, kalau sesuatu yang tidak penting sebaiknya aku pergi, kau sudah menyita waktuku.....!!!” Jawabku dingin, aku berusaha keras menyembunyikan kegugupanku di depannya. Melihatnya begitu tenang membuatku merasa salah. Kemana perginya Jung Su yang selalu meggebu dan penuh amarah, dengan begitu aku bisa berkonfrontasi dengannya. Namun bila dia setenang ini aku bingung harus bereaksi bagaimana.

Kudengar dia menghela nafas panjang

“ Sampai kapan kau akan terus seperti ini Sora ya, sampai kapan kau akan puas menyakiti hatimu sendiri.......!!” Dia pikir dia siapa? Apa maksud ucapannya?? Apa sekarang dia sedang mengatur hidupku??

Seperti mengerti apa yang sedang kupikirkan dia menambahkan,” Dua lelaki tadi, kenapa kau membohongi dirimu sendiri dan memberi harapan palsu pada mereka?? sedangkan kau tidak berusaha untuk membuka hatimu kembali, benar kan apa yang kukatakan.....”

Ada nada keyakinan dalam suaranya, dan sayang sekali itu memang benar.

“ Apa hakmu mengatur hidupku Jung Su sshi, kita sudah berakhir dan sekarang aku wanita bebas tidak ada yang bisa melarangku menjalin hubungan dengan siapapun, termasuk juga dirimu......!!” Kulontarkan perkataan itu tanpa perlu memikirkannya dua kali, aku sudah muak dan ingin mengakhiri semua ini.

Kuputuskan untuk berdiri dan pergi, namun panggilannya menghentikanku. Aku hanya berdiri mematung saat dia meneriakkan namaku.

“ Sora ya..........” Panggilan itu, panggilan yang sangat kurindungan darinya.

Tidak aku tidak boleh lemah, aku sudah bersumpah akan membuang semua kenanganku dengannya.

“ Sora ya, tahukah kau bahwa ini juga menyakitiku.....!! bukan hanya kau yang menderita, aku juga merasakan hal yang sama.....” Suaranya berbisik di balik telingaku, dia berada begitu dekat denganku hingga aku mempu merasakan hembusan nafasnya yang hangat.

Kurasakan mataku memanas dan mulai berkaca- kaca, bila ini diteruskan pertahananku akan segera jebol. Aku tidak ingin dia melihat sisi lemahku.

Kupaksakan untuk melangkah ketika lengannya melingkar menahanku,

“ Sora ya, aku masih mencintaimu...... bisakah kita kembali seperti dulu??”

Saat penolakan akan muncul dari mulutku, lebih dulu dia mengunci bibirku dengan bibirnya. Ciuman penuh paksaan ini perlahan membuatku lemah. Aku yang awalnya berusaha keras menolak akhirnya jatuh juga dalam kelembutan yang dia salurkan di bibir kami. Aku tak mampu membendung hasratku, ciumannya begitu ahli menggiringku agar membalasnya. Pikiran sehatku kalah oleh deru kerinduan hatiku. Aku benar- benar tak bisa berkutik dalam dekapannya. Tangannya tanpa permisi mulai naik ke atas dadaku, meraba titik sensitif dari blouse yang kukenakan. Ini gila, kami melakukannya di tempat umum?? Kesadaranku berangsur- angsur kembali, aku tidak ingin dia menganggapku masih membutuhkannya. Aku tidak ingin kembali karena bersamanya hanyalah masalah yang kudapat. Mungkin kami tidak ditakdirkan bersama, karena itu Tuhan menghukum kami.

Kupaksakan bibirku terlepas dari kulumannya, dan tanpa sadar tanganku menampar keras wajahnya yang tampan.

“ Jung Su sshi, jangan berlaku kurang ajar........!!” Semburku padanya, kesedihan dan kekecewaan dari pantulan mata beningnya. Aku tak mau menggubrisnya lagi, aku terlalu lelah, aku hanya ingin pulang dan berada jauh darinya.

Aku terus melangkah, kututup rapat- rapat telingaku sambil tetap berjalan. Aku tidak akan berbalik lagi, tidak akan. Kuhapus pula air mata yang sudah banjiri wajahku, lagi- lagi aku menangis karenanya, karena Park Jung Su.

Sora POV End



Aku yakin dia membalasku tadi meskipun hanya sekilas aku dapat merasakan kobaran perasaannya untukku. Aku bisa merasakannya, tetapi kenapa dia bersikap seperti itu. Apa yang sebenarnya Sora sembunyikan dariku. Apakah ini karena Hyorin, ah........ bodohnya aku, pasti dia masih mengira aku........

Tidak, aku harus menjelaskan kesalahpahaman ini.

Semuanya sudah salah dari awal dan aku akan memperbaikinya...

Kupegang pipiku yang masih panas karena tamparannya tadi.

Tapi rasa sakit itu tidak seberapa dibandingkan bagaimana lembutnya bibir Sora menyapa bibirku.

Rasanya masih sama seperti dulu, hangat, manis, dan sedikit basah.

Seberapa keras kau akan menolakku Sora sshi, namun aku tidak akan pernah melepaskanmu.

Tidak pula untuk siapapun, karena dari awal hatimu hanya untukku. Hanya saja kau tidak menyadari semua itu.

Menara Eiffel berdiri seperti menantangku,

“ Aku akan membuktikan ketulusan cintaku.....” Gumamku sembari menatap Eiffel yang kokoh tak pernah termakan waktu itu. Begitu pula cintaku pada Kang Sora.



To Be Continue

10 komentar:

  1. Buat Vita, ini kelanjutan yang super duper menyentuh hati jessi banget... N buat oppa leeteuk fighting, tunjukkan pada sora bahwa you're the best namja for her... ^_^

    BalasHapus
  2. ada something kayak. emmm ...

    BalasHapus
  3. Buat vita fighting yaa buat lanjutan nya ini udh keren bangett :)

    BalasHapus
  4. Vitaaaaaa.... anyeong..... maap bruuu bs baca ff-mu lagiii,,, tp aku selalu nungguin loh :)
    walah2, sora msi cintaaa siy sbnrnya, tp dy takut disakiti lagiii... raksi yg wajar si....
    Jung soo Oppa, harus bs bnr2 membuktikan ke sora...
    asliiiiii, penasaran to the max sama endingnyaaa XD XD

    BalasHapus
    Balasan
    1. gak papa Annes makasih lho dah ngeluangin waktu buat baca, iya nih.... tinggal endingnya aja jadi harus mengena banget makanya agak lama, berharap Annes sabar dikit buat nungguin ya ....

      Hapus
  5. iyaaa.. ga masalah kok Vita, tetep aku tungguin sampe kelar... :)
    bru maw mulai baca yg lie to me hehehe...
    seriussss, kangen berat sama malaikat tanpa sayap yang namanya park jung soo :) terlebih sama Teukso couple jugaaa XD chemistrynya mereka itu loh... looks real :D :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. omo... jadi Annes lom baca yang Lie To Me, buruan baca deh, barusan Vita update chapt terbarunya. kalau gitu ditunggu jga tanggapannya buat yang Lie To Me.... hehehehe....

      Hapus
  6. siapp... :) pasti bakal review kok :)

    BalasHapus
  7. author lanjut yg ini dong please *pakemukamelas*

    BalasHapus