Kamis, 10 April 2014

The Baby, You, and Me – 21




Sebuah meja panjang terletak di tengah- tengah ruang makan yang cukup besar. Beberapa piring keramik, sendok, sumpit, dan gelas- gelas kristal berisi air sudah tertata dengan rapi di atasnya. Dua orang pelayan datang membawa hidangan yang baru matang kemudian meletakkannya di atas meja.

“ Letakkan saja, biar aku yang mengurusi sisanya.....” Tukas nyonya rumah, dia terlihat sangat antusias menyiapkan sarapan pagi untuk keluarganya. Bibirnya sesekali terangkat ketika melihat hasil pekerjaannya yang memuaskan.

Mata Soon He berpaling ke arah tangga saat suaminya berjalan menuruni anak tangga.

Je Sung melayangkan kecupan selamat pagi pada istrinya,” Sepertinya sangat lezat, aku cepat- cepat turun karena mencium aromanya yang sangat menggoda......” Ucap Je Sung ketika matanya menyapu hidangan di atas meja makan.

Bertahun- tahun hidup bersama Soon He baru sekarang Je Sung bisa melihat istrinya itu tersenyum sangat ceria, seperti ada beban yang terlepas dari pundaknya saat ini. Tidak ada lagi kepura- puraan yang harus dia jadikan topeng di depan Soon He.

“ Bukankah setiap hari aku selalu memasak untukmu yoebo.... kenapa baru sekarang aku mendengar pujian itu??” Balas Soon He sembari mengambil secerek jus jeruk di tangan pelayan.

“ Omo.... benarkah??” Je Sung mendekati Soon He dan melingkarkan lengannya di pinggang sang istri.

“ Kalau begitu, apa hukuman yang harus kuterima chagi ya........” Bisik Je Sung, Soon He hanya tertawa kecil melihat tingkah suaminya.

Saat Je Sung hendak mencium Soon He, tiba- tiba Je Hoon datang dan berdehem sangat keras melihat kedua orang tuanya bermesraan di depan matanya.

Mendengar suara, Je Sung dan Soon He langsung mengambil jarak dan berpura- pura tak terjadi apa- apa. Je Sung langsung duduk di kursinya sambil membaca koran pagi sedangkan Soon He menyiapkan kopi untuk suaminya.

“ Je Hoon ah, kau sudah turun?? Mana hyungmu??” Yoon He mencoba menghilangkan kekikukan. Sedangkan Je Hoon yang ditanya hanya mengangkat bahu.

Tidak berapa lama yang dicari akhirnya turun juga, “ Selamat pagi......” Sapa Jung Su yang kemudian merangkul pundak Je Hoon, berjalan bersamanya.

“ Kukira kau masih tidur hyung, aku selalu diingatkan Heechul hyung betapa dia sangat sulit membangunkanmu......”

“ Dan kau percaya ucapan Kim Heechul?? Deeeeebak..... sulit dipercaya kini Park Je Hoon juga termakan omongan besar Heechul........” Jung Su berekspresi seakan- akan dia sangat kaget dengan menggeleng- gelengkan kepalanya dan mata membesar.

“ Jadi itu tidak benar??”

“ Tentu saja, itu-tidak-benar. Kau tahu darimana aku bisa selalu awet muda seperti ini? itu karena aku selalu bangun lebih dulu sebelum ayam berkokok kemudian jogging secara rutin. Bahkan mungkin orang mengira aku adalah dongsaengmu Je Hoon ah, benar begitu kan omma??” Jung Su melirik pada Soon He meminta pendapat.

“ Hyung.. disini tidak ada ayam??” Je Hoon mengernyit.

“ Ah, maksudku jam weker ayam di kamarmu..... bukankah itu mengganggu??”

Mendengar jawaban Jung Su, Je Sung semakin mengernyit, aneh.

“ Ya, kau benar Jung Su ah, omma juga berpikir wajah Je Hoon terlihat lebih tua dari umurnya.”

“ Omo.... omma..... kenapa sekarang memihak Jung Su hyung??”

“ Ommamu benar Je Hoon ah.....” Je Sung menambahi.

“ Aboeji juga??? Aisshhh....... baiklah aku kalah, “

“ Tapi tenanglah Je Hoon ah, meskipun wajahku ini lebih imut darimu aku tetap yang lebih dewasa dan akan selalu menjagamu, ne adikku.........” Jung Su menepuk-nepuk pelan belakang kepala Je Hoon berlagak lebih tua dan paling dewasa. Je Sung dan Soon He hanya bisa tertawa melihat keakraban kedua putranya.

Je Hoon memiringkan kepalanya,” Tapi kurasa Heechul benar, lalu kenapa dulu Sora selalu datang terlambat dan bilang ini karena Jung Su hyung sulit dibangunkan??” Gumam Je Hoon sendiri.

Tiba- tiba suara tawa di ruangan itu menghilang, membuat Je Hoon mendongak.

“ Ada apa??”

Tak ada yang bersuara, Je Hoon melihat semua mata menatap ke arah Jung Su.

Dia sadar sudah membuat kesalahan, tak seharusnya dia menyebut nama Sora di depan Jung Su.

“ Aboeji, omma, Je Hoon ah, aku berangkat duluan. Heechul sudah menungguku di depan...... “ Pamit Jung Su tiba- tiba berdiri dari kursinya.

“ Jung Su ah tapi kau belum menghabiskan makananmu.....”

“ Mianhae omma.... aku bisa terlambat....”

“ Jung Su.......” Yoon He menggenggam tangan Jung Su, dia bisa melihat rasa sakit dimata putranya.

Tapi Jung Su perlahan menarik tangannya dan mengisyaratkan bahwa dirinya baik- baik saja.

***

Jung Su POV

Jalanan di depanku tampak semakin panjang, garis- garis putih berkelok- kelok tak menemukan ujungnya. Semakin kupacu mobilku semakin membuatku takut seolah aku tidak akan pernah sampai di ujung jalannya. Atau memang tidak ada ujung jalan itu? Beberapa bulan sudah berlalu dan kurasa kehidupanku baik- baik saja, atau aku hanya berpura- pura semuanya baik- baik saja. Memang itu yang selalu kutanamkan dalam pikiranku. Aku bisa bangkit, aku seorang Park Jung Su dimana tak ada yang tidak mampu aku lalui.

Aku berusaha tak mengindahkan mimpi buruk dimana dia datang dan membuatku harus mengejarnya, aku berusaha tak menghiraukan bayangan- bayangan dirinya yang selalu muncul disaat aku sendiri, atau panggilan lembut suaranya yang terdengar sangat nyata di telinga. Aku bisa menahannya, kurasa......

Tapi ternyata semua itu salah, aku masih tidak bisa melepasnya pergi. Berpikir dia bukan takdirku membuat hati dan perasaanku lebih terluka ratusan kali lipat.

Dan akhirnya ketika tadi pagi Je Hoon tanpa sengaja menyebut namanya di depanku, semua yang kusimpan seolah meledak dan membuatku merasa kosong. Kekosongan sejenak yang perlahan berganti menjadi rasa sakit yang sangat menusuk. Aku benar-benar tidak bisa berpisah darinya.

Kang Sora

Kubanting setir dan kulajukan mobilku berlawanan arah, seharusnya kulakukan ini sejak awal. Bukannya menyerah pada takdir tetapi aku sendirilah yang harus mengubah takdirku.

..............

Di sinilah sekarang aku berada, sebuah rumah dua lantai berdinding batu bata. Sedikit canggung aku memberanikan diri menekan bel pintu.

Beberapa kali bel berbunyi sampai tak berapa lama pintu mulai terbuka, seperti dugaanku Kangin berdiri di sana dengan wajah tak bersahabat menatap padaku.

“ Untuk apalagi kau kesini??” Tanyanya sangat dingin, sepertinya dia masih tidak bisa memaafkanku.

Belum sempat menjawab Kangin, Yoon Ji lebih dulu keluar dan mengajakku masuk ke dalam. Mereka berdua telah menikah, dan di rumah ini kini keduanya tinggal.

Tidak pernah berubah Yoon Ji selalu bersikap ramah dan keibuan. Dia tidak memusuhiku seperti yang lainnya. Noona yang selalu ingin kumiliki itu menyuguhiku minuman dan kue.

“ Gomawo, Yoon Ji sshi....” Ucapku sopan, membalas senyumannya.

“ Sebenarnya apa perlumu datang kemari??”

Belum sempat aku mencicipi kue buatan Yoon Ji, Kangin sudah menyela membuatku menurunkan dan meletakkan kembali piring yang kupegang.

Bila diumpamakan Yoon Ji itu malaikat, Kangin di sebelahnya lebih terlihat seperti iblis. Dengan tanduk merah di atas kepalanya, dan mata berapi- api yang terus saja menatapku. Seandainya bisa, pasti Kangin sudah membunuhku dengan tatapannya itu.

Kubasahi dulu tenggorokanku sebelum akhirnya mulai bersuara, “ Bisakah kau memberitahuku dimana Sora berada??”

Kurasa tidak ada yang salah dengan pertanyaanku, tetapi kenapa Kangin tertawa begitu keras.

“ Kau bodoh......... mana mungkin aku memberitahumu jika nanti kau hanya akan menyakiti Sora lagi. Sudah cukup sampai disitu saja, jangan harap untuk menemui Sora lagi........ kau hanya membawa kesedihan untuk adikku Park Jung Su..........”

Aku tidak bisa menyalahkan kangin, dia hanya berusaha melindungi Sora, adik kesayangannya.

Kangin mengusirku, tidak satupun ucapanku mau dia dengarkan.

Dengan berat kulangkahkan kakiku meninggalkan rumah Kangin. Aku sudah sampai di depan pagar saat Yoon Ji berteriak memanggil dan berlari menghampiriku.

“ Apa kau masih benar- benar tidak dapat melupakan Sora, Jung Su ah??”

Bagaimana lagi aku menjawab bahwa aku tidak akan pernah bisa melupakannya, bahkan menghapus bayangan Sora dari pikiranku saja aku tidak sanggup.

Yang ada aku hanya mengangguk, berulang kali aku mengangguk sampai tidak sadar aku melakukannya sambil menangis.

Kurasakan angin hangat tiba- tiba berhembus pelan, menerbangkan beberapa dedaunan yang sudah jatuh ke tanah. Sesaat pandangan kami berdua tertuju pada gejala alam itu.



***

Kulajukan sepedaku membelah jalanan yang masih tampak lengang. Beberapa dedaunan kering ikut terbang bersama putaran roda sepeda yang kukayuh lebih cepat. Pagi yang cerah, dengan beberapa serabut- serabut halus putih di langit. Satu- persatu daun- daun berguguran ke tanah, musim gugur telah tiba.

Mengedarkan pandanganku ke segala penjuru, aku masih tetap menikmati pemandangan kota yang sudah setiap hari menyapa pagiku. Seakan tak pernah bosan memandangi kota klasik ini, aku selalu terbuai oleh bangunan- bangunan tua yang masih tetap kokoh.

bibirku terangkat saat mulai mencium bau khas roti dari sebuah bakery shop yang ada di ujung jalan. setiap pagi aku tidak pernah melewatkannya. Sehingga aku sudah sangat mengenal Theodore si pemilik bakery shop.

Seperti pagi ini, dengan topi khasnya dia menyambut kedatanganku dengan senyuman.

“ Tiens, bonjour. Comment vas-tu Sora? (Hei, selamat pagi. Apa kabar Sora?)” Sapanya padaku,

“ Trѐs bien et toi? (Baik dan kamu?)”

“ Ca va. (Baik).” Theodore membimbingku memasuki tokonya.

“Semakin hari kurasa roti karyamu semakin sulit untuk ditinggalkan..” Komentarku saat aku mulai memilih beberapa roti yang tertata rapi di balik etalase.

“ Benarkah? Berarti aku selangkah lebih maju telah berhasil membuatmu untuk selalu mengunjungiku. Awalnya kau suka roti buatanku, tapi siapa tahu lama- kelamaan kau akan menyukai pembuatnya juga.......” Lelaki jangkung ini mengedipkan sebelah mata birunya jail padaku, aku hanya bisa tersenyum membalas tingkahnya.

“ Ya, mungkin saja...... tapi kau masih harus berusaha......!” kutepuk pundaknya pelan,

Membuat senyumannya memudar dan tergantikan oleh wajah cemberut yang menurutku malah membuatnya terlihat lucu. Theodore selalu tak menghilangkan kesempatannya untuk menggodaku, tapi aku tidak pernah menanggapi serius candaannya itu. Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya menahanku, hanya aku tidak mau melewati batas lebih jauh daripada pertemanan. Theodore sangat baik, tampan, tinggi, ramah, dan sepertinya dia serius ingin mengenalku lebih jauh, namun tetap saja aku tak bisa memberikan itu.

Sama halnya dengan beberapa rekan kerjaku yang menunjukkan hal sama seperti Theodore. Bekerja di salah satu perusahaan mode di Paris, dikelilingi model- model tampan, rekan dan atasan single yang sudah mapan, serta teman- teman lelaki yang baik tidak lantas membuat hatiku berdebar bila berada di dekat mereka.

Apa yang salah dengan diriku? Apa yang sebenarnya diinginkan hatiku?

Perbincangan hangat mengalir selama beberapa menit sampai aku menerima roti pesananku. Aku pun meninggalkan bakery shop milik Theodore dan mulai mengayuh kembali sepeda lipatku.

Beberapa menit kemudian sampailah aku di Île Saint Louis, setelah melewati sebuah jembatan panjang yang membelah sungai Seine kutuntun sepedaku menuruni tangga menuju agak ke bawah jembatan. Di sana ada sebuah bangku taman yang selalu menjadi tempat favoritku beristirahat sambil menikmati roti lezat Theodore.

Roti yang hangat dan pemandangan sungai yang tenang adalah satu dari beberapa kebahagiaan yang bisa kunikmati di kota ini. Kulihat di atas jembatan beberapa sepeda juga tampak berlalu lalang.

Angin sejuk menerbangkan rambutku yang sengaja kugerai. Sembari memejamkan mata, kudengarkan suara bising kota yang terdengar seperti simfoni unik. Tidak terlalu keras, tapi cukup membuatku merasa bahwa aku tidak sendiri di sini. Suara yang sama seperti suara yang selalu kudengar di Seoul, tempat tinggalku dulu.

Mengingat Seoul secara tidak langsung memaksaku kembali memutar semua kenangan di sana.

Kangin oppa dan Yoon Ji unnie yang sekarang pasti sangat bahagia menunggu kelahiran bayi mereka. Meskipun itu masih sangat lama, tapi mengenal sifat kakakku pasti mereka sudah sangat heboh di sana. Baru tadi pagi aku menerima kabar bahwa Yoon Ji unnie sudah hamil dua bulan. Aku ikut senang mendengar kabar bahagia dari mereka.

Dan Lee Donghae, sahabatku itu akhirnya fuuuiiihhh...... setelah sekian lama aku mencomblanginya dengan Nam Bora, kini mereka resmi menjadi pasangan kekasih. Meskipun hubungan mereka berjalan sangat lambat, aku yakin Bora yang super duper berisik dan periang akan bisa membuat setidaknya Lee Donghae yang pendiam menjadi seorang namja yang cerewet nantinya, tentu saja memarahi Bora yang suka bertindak seenaknya itu.

Min Ah juga tampaknya akan sangat sibuk mempersiapkan pesta pernikahannya dengan Heechul oppa. Setelah sekian lama berdebat kapan dan bagaimana pernikahan mereka nantinya akan dilakukan, akhirnya hari yang ditunggu- tunggu itu akan tiba. Kuharap Min Ah tidak semakin senewen dengan Chulli oppa mendekati hari pernikahan mereka.

“ hahahaha.... pasti akan sangat seru, andai saja aku bisa datang.........” Tawaku tenggelam seketika menyadari betapa tipisnya kesempatanku untuk hadir. Kuharap Min Ah bisa mengerti.

Kugigit kembali roti di tanganku yang masih tinggal setengahnya itu. Merasakan lumeran coklat di dalam sana aku jadi teringat si penyuka coklat, Kim Min Ji. Sahabatku itu sepertinya juga tak luput dari kebahagiaan. Hyuk Jae berhasil meyakinkan Min Ji bahwa dia bukanlah pengganti Na Eun bagi namja pemilik gummy smile itu. Min Ji adalah Min Ji, gadis berbeda yang memang Hyuk Jae cintai. Dan kurasa seiring berjalannya waktu cinta mereka akan semakin kuat.

Darimana aku mendapatkan semua kabar mereka, ini berkat jasa Yoon Ji unnie yang setiap hari selalu mengirimiku email. Meskipun jauh, tapi tetap aku merasa dekat dengan mereka.

Aku baru ingat kartu pos yang kemarin baru dikirim Yoon Ji unnie untukku. Aku belum sempat membacanya. Maka kukeluarkan benda itu dari dalam tas pinggangku.

Secarik kertas tebal dengan gambar namsan tower sebagai sampulnya.

Seperti biasa tertulis di sana bagaimana kabar mereka. Dan beberapa pesan serta permintaan aneh Kangin oppa juga tak lupa terselip di kartu pos ini.

Aku selalu tertawa setiap kali membaca tulisan jelek oppaku satu- satunya ini.

Sampai mataku membaca tulisan singkat Yoon Ji unnie yang sepertinya dia tulis sesaat sebelum mengirimkan kartu pos ini.

Sora..... Jung Su datang mencarimu. Apa kau benar- benar tidak bisa memberinya kesempatan?
Kurasakan tiba- tiba kedua mataku memanas. Perlahan rasa panas itu bercampur dengan cairan hangat yang memaksa merembes melewati pelupuk mataku.

Kualihkan pandanganku dari surat yang kubaca pada sebuah kapal veri yang melintas di sungai Seine.

Tiba- tiba hatiku terasa begitu sakit sampai rasanya aku ingin berteriak keras........

“ Tidaaaaaaaaaaaakkkkkkkk........................” Suaraku beradu dengan suara terompet kapal yang memekakkan telinga.

Aku menolak mendengar semua kabar tentangnya, aku melarang Yoon Ji maupun Kangin oppa untuk menyebut namanya di depanku. Aku sudah tidak ingin tahu tentang kehidupan bahagianya di sana bersama keluarga barunya kini, Kyumin dan Hyorin.

Aku benar- benar tidak mau mengingatnya lagi. Lukaku yang kurasa sudah sembuh ternyata malah bernanah. Mengingatnya hanya akan menambah rasa sakit hati dan penyesalanku seumur hidup.

Kenapa Yoon Ji unnie harus menyebutnya lagi, kenapa?

Tanpa memperhatikan apa- apa lagi aku langsung berlari mengambil sepedaku. Entah sampai kapan aku harus berlari dan bersembunyi. Asalkan hatiku bisa berhenti sakit, aku akan melakukannya.

Aku ingin secepatnya pulang, sudah tak ada tenaga bagiku untuk terus diluar seperti ini. Kukayuh sepedaku sangat kencang melewati trotoar. Hingga tiba- tiba aku harus mengerem mendadak karena kerumunan orang di depanku. Pasti ada kecelakaan, tapi aku tidak merasa harus ikut melihat. Akupun memutar arah mencari jalan lain, namun sebuah tangisan yang terdengar tidak asing menghentikanku.

Aku penasaran dengan tangisan itu, kudekati sumber suara yang ternyata berasal dari kerumunan orang-orang tadi.

Seorang yoeja tergeletak memunggungiku, lengannya memeluk erat seorang bocah lelaki yang terus saja menangis dalam dekapannya.

“ Kyumin ah............” Pekikku tercekat saat melihat ternyata Kyuminlah bocah lelaki itu.

Aku langsung menyela diantara kerumunan, melihat Kyumin seperti ini satu- satunya yang ada dalam otakku adalah membawanya segera ke rumah sakit. Berulang kali kuteriakkan namanya. Beberapa orang bertanya apakah aku mengenal mereka. Mereka? aku ingat dengan yoeja yang tak sadarkan diri memeluk Kyumin.

Saat kubalik badannya ternyata dugaanku tepat, dia Hyorin.

****

Berulang kali kuamati secarik kertas yang kubawa, aku tidak salah di sinilah alamatnya. Baru melangkah masuk sudah terlihat kesibukan di dalam. Sepertinya sedang ada pemotretan sebuah majalah fashion. Diantara beberapa orang asing di sekitarku aku terus mencari- cari. Hingga aku melihat seorang gadis sedang berbincang dengan pria asing di dekatnya. Dia terlihat serius memandangi jalannya pemotretan sambil sesekali menunjukkan gesturnya yang suka memainkan tangan. Meskipun dia berdiri memunggungiku, tapi aku sudah bisa dengan cepat mengenalinya.

Ingin sekali aku berlari menyongsong kearahnya, tapi keinginan itu kutahan. Aku hanya bisa memandanginya dari kejauhan.

Tak terasa aku telah berdiri di tempatku hampir sejam lamanya. Bahkan aku tidak akan menyadari jika pemotretan telah usai bila gadis ini tidak berjalan keluar. Kuikuti dia dari belakang, pria tadi kembali menyapanya. Sepertinya mereka akan pulang bersama.

“Piere..... sebaiknya kau pulang... ini sudah malam........maaf..” Kudengar dia menolak saat teman lelakinya yang ingin mengantar sampai ke atas. Mendengar ucapannya sesaat aku bisa tersenyum lega, dia masih bisa mempertahankan prinsipnya.

“ Kau yakin?? Aku tidak perlu mengantarmu sampai ke atas? Aku takut kejadian tadi pagi terulang lagi....” Lelaki yang dipanggil Piere itu terlihat sedikit cemas. Ini membuatku bertanya- tanya apa maksud ucapannya.

“ Tidak, Piere.... terima kasih sudah mengantarku pulang......” Dia tersenyum, senyum yang sangat kurindukan akhirnya bisa kulihat meskipun itu untuk orang lain.

Dia berjalan memasuki lobi, sudah sangat sepi karena memang sudah sangat larut. Sepertinya dia masih tidak menyadari keberadaanku, maka aku terus mengikutinya diam- diam. Saat akan menaiki lift kudengar dia menggerutu kesal karena lift sedang dalam perbaikan. dia pun memutuskan untuk menggunakan tangga darurat. Saat berjalan aku melihat ada yang salah dengannya, dia berjalan sempoyongan.

Dan benar saja, ketika baru menginjak tangga yang pertama dia kehilangan keseimbangan dan terjatuh tepat di pelukanku.

“ Park Jung Su........” Matanya melebar menatapku.

Sedangkan aku yang masih berusaha mengatur nafasku setelah berlari menyongsongnya tadi belum mampu menjawabnya.

Tiba- tiba dia meminta melepaskan diri secara paksa, aku tidak bisa menahannya.

Namun lagi- lagi dia terjatuh, kali ini aku benar- benar tak bisa membiarkannya.

“ Apa kau tidak bisa berhati- hati dan tidak membuatku cemas Sora sshi........” Kenapa aku justru memarahinya, seharusnya bukan kata- kata itu yang kuucapkan pertama kali ketika bertemu dengannya.

“ Lepaskan aku......... lepaskan aku.......”

Aku tak mendengarkan protesnya lagi, segera kulumat bibirnya secara paksa karena luapan hasrat dan kerinduan yang kupendam selama ini. Beberapa kali kukulum bibir Sora yang tertutup rapat. Dia menolak memberiku akses, tangannya terus saja memukul lenganku. Membuatku semakin kasar menciumnya. Terus kusentuh bibir atas dan bawahnya secara bergantian meninggalkan desahan pelan yang keluar dari bibirnya. Akhirnya dia menyerah, cengkraman tangannya hanya mampu menarik baju yang kupakai, bibirnya pun perlahan mulai terbuka dan tak lagi berusaha menahanku. Lidahku meluncur mulus masuk dan mengabsen satu per satu deretan gigi putihnya, sebelum akhirnya mengajak lidahnya berdansa bersamaku.

Sudut bibirku terangkat ketika menerima ciuman selamat datangnya.



To Be Continue

11 komentar:

  1. super keren... sumpah...

    BalasHapus
  2. anneyong vita apa kabar..? jessica kangen berat nie ma kamu... maaf baru kasih kabar... ceritanya seru banget...!!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baik Jes.. gomawo dah suka critanya... ^_^

      Sibuk bngt yah...

      Hapus
    2. ko vita aj yg di kangeninn.. lisa jdi ga ni jessy T_T

      Hapus
  3. Arrrrghhhh!!!! Motong chapter-nya kenapa di bagian ini????
    \(`▿▿▿▿▿▿´҂)/ ... Cepet di lanjut ya author-nim... Ditunggu lho^^

    BalasHapus
  4. susah bgt buat comment ri tdi sinyal nya belanja dlu.

    vita paling pinter deh law motong" chapt.. <(`^´)>
    tapi keren bgt ceritanya.. sumpah deh..
    cepetan di lanjut yaa vitaツ♥♥

    BalasHapus
  5. jessica jg kangen ma lisa... kangen berat malah... kalian b'2 ngangenin dah pokok'a...

    BalasHapus
  6. Selalu menunggu part" berukutnya (:, semangat buat thor VITA ^^

    BalasHapus
  7. mana nih kelanjutannya
    xixixixi

    BalasHapus
  8. Mian..mian..mian... buat huzna & readers yg lain scepatnya vita update yah... saranghae all... y^o^y

    BalasHapus
  9. Lanjutin...lanjutin..lanjutin ♥♥ suka banget sama cerintanya cepet update nya dong plisss ^ ^

    BalasHapus